Sabtu, 17 Agustus 2013

Mungkin ( I Wonder If You Hurt Like Me) Part 3 (End)

Author       : Chie d’qhiel jelex a.k.a Okta Yuchana
Title            : Mungkin ( I Wonder If You Hurt Like Me)
Main Cast  : - Alif
- Hana (Imaginer)
-Jeje
Other Cast : -Firly
-Arthur
-Louis Go
Genre          : Sad, Romance, Comedy
Rating          : PG 15
Summary    :  “ Cinta ini hadir sesaat setelah aku kehilanganmu. Dapatkah aku memaafkan diriku sendiri karena telah mengabaikan sosok yang indah sepertimu? Bahkan sampai sekarang, cintamu masih ku rasakan indah bersarang di hatiku. Karena kamu sangat berbeda dan aku ingin kamu kembali. I wonder if you hurt like me?”


Part 3.

 Jeje semakin mempercepat larinya saat melihat Alif sedang duduk pada sebuah kursi tunggu yang berada didepan ruang  UGD rumah sakit. Wajah mereka – Firly, Arthur, dan manajer Go– sama paniknya dengan Jeje. Walaupun Hana baru tinggal seminggu bersama mereka, tapi Hana sudah mereka anggap seperti keluarga sendiri. Sehingga wajar rasanya jika mereka pun sama – sama merasa panik.

 “Bagaimana keadaan Hana?” tanya Jeje begitu berada di hadapan Alif.

Alif mendongakkan wajahnya dengan mata yang sembab akibat menangis. Dia merasa sangat bersalah. Semua ini takkan pernah terjadi kalau saja Alif mau memakai jam tangan yang dipakaikan oleh hana. Dan sekarang Alif benar – benar menyesal dengan sikapnya yang tadi.

 “kita tunggu penjelasan dari dokter saja.” Ucap Firly.

Suasana menjadi hening seketika. Semua sibuk dengan pemikirannya masing – masing. Alif menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Jeje terus mondar mandir karena belum bisa tenang sebelum dokter memberi taukan keadaan Hana. sedangkan Firly, Arthur dan manajer Go, mereka hanya melihat kearah Jeje dan Alif secara bergantian dan sesekali menarik nafas panjang.

Tak lama kemudian, pintu ruang UGD itu pun terbuka dan memperlihatkan seorang Dokter dengan dua orang suster yang berdiri dibelakangnya.

“Bagaimana keadaan Hana dok?” Jeje berusaha menutupi rasa khawatirnya walaupun wajahnya masih tidak dapat menyembunyikan hal itu.

 “Apa anda keluarganya?” Dokter itu bertanya dengan tenang.

 “Iya. saya keluarganya.”

Dokter itu membawa Jeje sedikit menjauh dari yang lainnya. Entah apa yang sedang mereka bicarakan karena suara mereka tidak terdengar sama sekali. Yang terlihat, sepertinya dokter itu sedang menjelaskan sesuatu pada Jeje yang Sesekali menganggukkan kepalanya dengan alis yang mengernyit. Pembicaraan di antara mereka tampak sangat serius. hingga setelah dokter itu selesai berbicara, Jeje langsung berlari memasuki ruang UGD tersebut tanpa mengucapkan sepatah katapun pada mereka.

 “Biarkan Jeje melihat keadaan Hana dulu.” Firly menahan tangan Alif yang berniat mengikuti Jeje untuk masuk kedalam.

“Tapi aku ingin tau apakah hana baik – baik saja atau tidak.” Suara Alif terdengar bergetar. Firly sangat paham dengan apa yang dirasakan oleh Alif. Namun saat ini Jeje lebih membutuhkan waktu berdua dengan Hana. Karena bagaimana pun juga, Jeje jauh lebih lama mengenal Hana sehingga sudah pasti rasa khawatirnya pun lebih besar dari pada mereka yang berada disini.

“Duduk dulu. setelah selesai dengan urusannya, Jeje pasti memanggil kita.” Firly menuntun Alif agar dia bisa kembali duduk dan menjadi tenang.

                BRRUUAAKK..

Jeje menggebrak pintu dengan keras membuat mereka yang berada di luar tersentak kaget.

“ Panggilkan dokter, ada yang aneh dengan Hana.” Teriak Jeje dengan nafas yang memburu.

Mendengar perintah Jeje, manajer Go segera berlari untuk memanggilkan dokter. Sedangkan yang lainnya masuk ke dalam kamar UGD untuk melihat kondisi Hana. Alat monitor pasien sudah berbunyi datar. namun untuk memastikan lagi, dengan teliti Arthur pun memeriksa setiap titik denyut nadi Hana. Dia juga memberi pertolongan pertama sebelum dokter datang. menekan dada Hana dengan kedua tangannya berharap dapat memicu jantungnya agar kembali berdetak. Arthur banyak tau tentang ilmu kedokteran Karena dia memang mengambil jurusan itu  di universitasnya.

Tak lama, dokter pun datang di tengah – tengah mereka untuk memeriksa Hana dan mengambil alih posisi arthur. Namun setelah mengecek semuanya, dokter itu malah membuka ventilator Hana lalu menatap satu persatu mereka yang berada di kamar UGD tersebut.

“Maaf kami tidak bisa membantu lebih jauh lagi. Pasien sudah meninggal.” Dokter itu menepuk pelan bahu Jeje dengan tatapan menyesal.

“Apa? Katakan kalau ini tidak benar. Hana tidak mungkin meninggal kan dok?. Anda pasti keliru.” Ucap Jeje. Dokter itu hanya menggeleng dan meminta salah satu suster yang berada disana untuk segera melepas alat – alat medis yang menempel di tubuh Hana.

Seketika itu juga tubuh Jeje mematung, tatapannya kosong melihat kearah Hana yang terbaring tak bernyawa. Perasaannya benar – benar kacau karena merasa gagal untuk melindungi Hana. Keberadaan teman – teman di sekitarnya pun seakan tidak dianggapnya lagi. Tangannya mengepal sangat erat hingga tubuhnya bergetar.

“Kenapa kau seperti ini? Aku bahkan belum sempat meminta maaf padamu. Kumohon bangun lah Hana.” Entah sejak kapan Alif sudah berada di samping tempat Hana berbaring. Tangannya terus mengguncang tubuh Hana seakan dengan begitu Hana akan kembali dengan sosoknya yang seperti biasa. Namun itu sangat mustahil karena Hana takkan pernah kembali. Wanita yang baru menemukan kebahagiaannya itu sudah pergi ke tempat yang membuatnya akan merasa jauh lebih bahagia.

“Menjauh dari Hana ku.” Ucapan Jeje terdengar datar. Semua mata tertuju pada Jeje yang masih tetap bertahan dengan posisinya. “Apa kau tidak dengar? KU BILANG MENJAUH DARI HANAKU.” Bentak Jeje sambil menarik tubuh Alif dan mendorongnya agar menjauh dari Hana. Tatapannya penuh dengan kemarahan dan kekecewaan.

“Jeje, jangan bersikap be..” Arthur menghentikan ucapannya saat Jeje menatap sangar ke arahnya. semua orang tau bahwa Jeje sedang berduka dan merasa shock. Tapi tak satu pun diantara mereka  yang menyangka, kalau Jeje akan semarah ini hingga membuatnya berubah sangat drastis. Tepatnya seperti bukan Jeje yang mereka kenal selama ini.

“ Apa yang kau lakukan pada Hana ku? Kenapa kau lakukan ini padanya? Jika kau membencinya, jangan buat dia pergi meninggalkanku sejauh ini!” ucap Jeje pada Alif. Menahan rasa kehilangan atas kepergian Hana membuat mata Jeje sudah semakin basah karena air mata. Tangisnya pecah begitu saja hingga membuat suasana semakin hening. Tidak ada yang berani mengucapkan sepatah katapun. Mereka semua merasa bersalah dengan kejadian yang baru menimpa Hana. Karena mereka juga merasa memiliki tanggung jawab yang sama seperti Jeje. Namun apa yang bisa dilakukan. Semuanya sudah terjadi tanpa pernah mereka inginkan.

“ Bunuh aku sebagai gantinya, lakukanlah apa saja yang ingin kau perbuat terhadapku. Aku pantas menerima semuanya!” kata Alif dengan suaranya yang bergetar. Dia terus menundukkan kepalanya sedalam mungkin karena tidak sanggup melihat ke arah Jeje.rasa bersalahnya membuat dirinya menjadi tidak bisa berpikir dengan jernih hingga dia menginginkan Jeje untuk melakukan apa saja yang ingin dilakukannya.  asalkan itu semua bisa menebus kesalahannnya. Alif sangat siap dengan konsekuensi yang akan di terimanya sekali pun Jeje mungkin benar – benar akan membunuhnya.

“ YA ! tanpa kau suruhpun aku akan membunuhmu. Kau pantas mati Alif. Kau pantas merasakan penderitaan yang dirasakan Hana. Kau harus menebus semuanya. KAU PANTAS MATI !” jeje mencoba meraih tubuh Alif, Namun dengan cepat Firly dan Arthur segera menahannya.  

“ Jeje, kuharap kau tenangkan dirimu! Alif juga pasti tak pernah menginginkan semua ini terjadi. Berhentilah bersikap begini karena Hana tak kan pernah bisa kembali lagi. Tersenyumlah mengiringi kepergiannya agar dia bisa tenang di alam sana.” Firly terus memberikan pengertian pada Jeje agar dia bisa  meredam amarahnya.

“apa kalian bisa tenang jika kalian ada di posisiku? Masalah ini bukan hanya sekedar kehilangan sebuah pulpen. Kalau kalian jadi aku, apa kalian bisa memaafkan dia? Aku ingin dia mati di tangan ku seperti yg dilakukannya pada hana.” Suara Jeje semakin terdengar lantang. Amarahnya benar – benar membuatnya berubah. Tak pernah pernahnya dia membentak apalagi membangkang ucapan Firly seperti ini.

PLAAKK..

Alif mengangkat wajahnya saat mendengar suara yang membuat suasana  menjadi hening seketika. Sebuah tamparan dari Firly tepat mengenai pipi Jeje yang membuatnya dan juga mereka –Alif, Arthur dan manajer Go- menjadi shock.

“ Apa dengan membunuhnya akan membuat Hana kembali hidup? Sadarlah Je, Bagaimana pun juga nyawa Alif tidak bisa menggantikan nyawa Hana.” Suara Firly tak kalah lantangnya dengan suara Jeje hingga membuat pria berambut blonde itu menjadi terdiam.

Namun  Tiba – tiba pandangan Jeje malah tertuju pada Alif. tak ada yang dapat menebak dengan jelas apa yang sedang dipikirkannya saat ini. Walaupun dia sudah mulai tenang, tapi raut wajahnya masih memperlihatkan kemarahan dan kekecewaan.

Melihat tatapan itu, Alif benar – benar pasrah dengan apa yang akan di terimanya dari Jeje. apalagi saat Jeje mulai berjalan menuju ke arahnya. Alif sangat yakin bahwa Jeje akan segera membunuhnya sekarang di tempat ini juga. mengingat kesalahannya yang memang sangat fatal dan sangat sulit untuk dimaafkan, Alif bahkan tidak pernah berharap Jeje akan memberinya ampun.

 Namun tidak seperti dugaan Alif, Jeje malah menjatuhkan tubuhnya dan berlutut di hadapannya. Tangannya juga menggelayut di tangan Alif dengan kepalanya yang menunduk dan juga tangisnya yang semakin terisak. Sontak saja Alif membelalakkan matanya karena merasa Jeje tidak pantas untuk melakukan hal itu..

“ bang Je!” panggil Alif dengan suara yang semakin bergetar. Kondisi ini membuat dadanya terasa semakin sesak hingga membuatnya ingin menangis sejadi – jadinya.

“ kumohon maafkan dia karena sudah mencintaimu. Kumohon maafkan dia karena telah mengganggumu. Kumohon maafkan juga aku yang sudah membiarkannya merusak hari - harimu. Aku tau kau begitu menderita karena kehadirannya. Tapi bodohnya aku, aku tak bisa membuatnya berhenti mencintaimu. Maafkan dia dan aku. Kumohon Lif, jangan pernah membencinya!” ucapnya dengan suara lirih. Bahkan perkataan Jeje sempat terputus - putus karena dia berbicara masih dengan sebuah isakan dan air mata yang terus mengalir.

Setelah mendengar kata maaf dari Jeje, tak ada lagi yang bisa di tahan oleh Alif. Air matanya benar – benar membuat pipinya menjadi sangat basah hingga kamar UGD ini penuh dengan suara isakan mereka berdua. Bukannya menjadi lega, hatinya malah terasa semakin sakit dan bahkan penyesalan didirinya menjadi bertambah besar.

====****====

Alif terus menapaki kakinya pada deretan anak tangga menuju lantai dua dorm mereka – S4 –. Dia disuruh pulang oleh abang – abangnya karena Dia terlihat sangat kelelahan mengingat seharian ini Alif memang tidak ada istirahat. Awalnya dia menolak dan meminta untuk tetap tinggal di sana. Namun lagi – lagi ketiga abangnya memaksa dan meminta manajer Go untuk segera mengantar Alif pulang.

  Langkahnya terhenti pada sebuah kamar yang dulu merupakan kamarnya sebelum Hana hadir di tengah – tengah mereka. Tak ada lagi kebisingan dari suara Hana. Biasanya setiap dia membuka pintu kamar tersebut, telinganya pasti akan menangkap suara melengking dari Hana yang langsung menyuruhnya untuk keluar. Sama seperti saat hari pertama Hana datang.

Kenangan itu kembali terputar di pikiran Alif. Dia hanya tersenyum tipis dengan mata yang mulai basah kembali karena genangan air mata yang siap meluncur melewati pipinya. Walaupun hanya sebuah kenangan yang singkat, namun Hana begitu berkesan dan membuat banyak  perubahan pada dirinya.

Alif mengedarkan pandangannya pada setiap sisi kamar tersebut. Ada sedikit perubahan pada kamarnya. Mungkin karena yang menempatinya adalah seorang wanita, kamar itu jadi terlihat lebih rapi, bersih dan wangi. Namun ada satu hal yang mencolok dari semua barang yang ada. Yaitu beberapa kertas canson berbentuk sketchbook yang sama persis dengan yang di beli oleh Hana saat mereka berbelanja siang tadi. Karena atas dorongan dari rasa penasarannya, Alif pun segera mengambil kertas itu dan mengamatinya satu persatu.

Dada Alif terasa semakin sesak saat yang di lihatnya ternyata adalah gambar – gambar dirinya. Alif mengira saat Hana mengatakan bahwa dia ingin menggambar dirinya itu hanyalah sebuah candaan. Namun ternyata dia salah. Bahkan sebelumnya pun Hana juga sudah sering menggambarnya. Mungkin Itulah alasannya kenapa hana sering mengambil fotonya secara diam – diam.

Tanpa sadar air mata Alif semakin deras hingga membuatnya sesenggukan. Alif mendudukkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur sambil memeluk erat gambar – gambarnya yang di buat oleh Hana. Rasanya Alif ingin sekali berteriak untuk meluapkan kesedihannya. Namun semuanya terasa berat karena bahkan untuk bernafas saja rasanya sangat sulit. Dadanya terlalu sesak dan sangat sakit.
====****====
=Alif POV=
Aku menggeliatkan tubuh ku saat merasakan seseorang sedang mengguncang pelan tubuhku. Mataku sangat sulit terbuka karena selain masih mengantuk, kepalaku juga terasa sangat pusing.

“lif. Bangun.” Ucap seseorang yang ternyata adalah Bang Firly.

Dengan tubuh yang masih terasa lemas, Aku pun memaksakan diri untuk bangun walaupun rasanya sangat enggan untuk bangkit dari tempat tidurku.

“sudah pagi?” tanya ku sambil memijat pelan dahiku.

“iya. Kau harus segera bersiap untuk ke prosesi pemakaman Hana.” Jawabnya.

Rasa kantukku seketika hilang. Saat bang Firly mengatakan tentang pemakaman Hana, darahku seperti berhenti mengalir. Aku kembali teringat akan kejadian semalam. Kukira semua itu hanya mimpi. Tapi Ternyata, Hana benar – benar meninggal?.

Mataku mulai terasa panas. Aku yakin ini entah sudah yang keberapa kalinya aku menangis. Aku tidak bisa menahan ini semua. Rasanya terlalu sulit menerima kenyataan bahwa seseorang meninggal karena kesalahan kita sendiri.

Bang Firly meraih tubuhku dan membiarkanku menangis dibahunya Hingga kurasa tangisku mulai pecah. Tak peduli dengan apa yang dipikirkan oleh bang firly tentangku. Yang terpenting, aku ingin menjadi pria cengeng hanya untuk hari ini.

====****====
Langit hari ini sangat gelap. Sepertinya akan segera turun hujan. Apa langit juga berkabung sama seperti ku dan member yang lain? Ya kurasa memang begitu. Setelah prosesi pemakaman selesai. Kami mulai menaburi gundukan tanah yang menjadi tempat peristirahatan terakhir Hana dengan bunga. Bang jeje juga sudah terlihat tenang dengan emosinya yang kembali bisa terkontrol. Aku tau dia memang yang paling ahli dalam menyembunyikan perasaannya diantara kami. Tapi tetap saja kali ini wajah kesedihannya tidak bisa dia sembunyikan.

“ayo kita pulang. Hujan sudah mulai turun.” Ajak bang Arthur lalu menepuk pelan bahu ku dan member yang lain. Aku belum ingin pulang karena jujur saja aku belum ikhlas menerima kepergian Hana.

Kulihat bang jeje juga menegakkan tubuhnya. Memberi aba – aba bahwa dia menyetujui ajakan bang Arthur.

“ayo pulang. Kau ingin terus disini.” Suara bang jeje memanggil dibelakangku.

“kalian pulang saja duluan. Aku masih ingin disini.” Kataku.

“kau yakin? Hari ini kau terlihat kurang sehat.” Kali ini bang Firly yang berbicara.

“aku yakin. Biarkan aku lebih lama tinggal disini.” Kataku lagi meminta agar mereka berhenti mengkhawatirkanku.

“tapi hujan sudah mulai turun. Bagaimana kalau sakit?”

“tidak masalah. Jangan mengkhawatirkanku. Aku sudah dewasa.” Ucapku menjawab pertanyaan dari bang jeje.

“ ya sudah kalau begitu. Jangan pulang terlalu sore.”aku mengiyakan perkataan Bang Firly dengan sebuah anggukan.

Pada akhirnya mereka pun pergi dan meninggalkanku sendirian di tempat ini.  Aku merasa sikapku ini memang sangat berlebihan. Bang jeje saja sudah mulai bisa menerima kepergian Hana. Tapi kenapa aku tidak?. Jujur saja untuk melangkahkan kaki dari tempat ini begitu sulit untuk ku. Aku ingin lebih lama menemani Hana ditempat ini. Karena aku sangat yakin bahwa Hana masih berada disekitar sini, yaitu didekatku.

Aku membiarkan tubuhku dibasahi oleh hujan. Setidaknya hujan bisa membuatku lebih leluasa untuk menangis. Ya, aku memang menangis lagi. Tiap kali mengingat Hana, air mataku tidak pernah bisa berhenti mengalir.

“tuhan tidak adil. Kenapa dia memisahkan kita secepat ini?” keluhku dengan sedikit sesenggukan. “ Cinta ini hadir sesaat setelah aku kehilanganmu. Bisakahkah aku memaafkan diriku sendiri karena telah mengabaikan sosok yang indah sepertimu? Bahkan sampai sekarang, cintamu masih ku rasakan indah bersarang di hatiku. Karena kamu sangat berbeda dan aku ingin kamu kembali. I wonder if you hurt like me. Dan sekarang, apa yang harus aku lakukan?” tangisku semakin tidak tertahan hingga aku menundukkan kepalaku. Aku benar – benar bingung bagaimana caranya harus menebus kesalahanku. Aku ingin Hana kembali. Aku sangat menyesal telah mengabaikannya. Kalau bisa, aku ingin sekali menukar nyawaku dengannya. Lebih baik aku saja yang mengalami kecelakaan itu. Hana terlalu baik untuk merasakan penderitaan itu.

Kalau dipikirkan berulang kali. Aku merasa sangat jahat. Memang benar apa yang dikatakan oleh bang Jeje sebelumnya. Hana selalu bersikap baik kepadaku,a tapi kenapa aku selalu kasar tiap kali berbicara dengannya?. Aku memang pria jahat yang tidak punya hati. Jujur saja, sekarang ini aku merasa tidak latak untuk hidup.

“kau yakin dengan ucapanmu?”

Aku terhenyak saat mendengar suara itu. Aku yakin itu adalah Hana. Apa dia ada disini?. Apa dia kembali untuk aku?.

Aku mengangkat wajahku dan benar saja, aku menemukan Hana berdiri dihadapanku. Dia tersenyum saat mataku bertemu tatap dengannya. Senyumnya sangat cantik dan bersinar. Apa aku sedang bermimpi? Hana benar – ada dihadapanku?.

=Author POV=
“Hana?” tanya Alif mencoba meyakinkan saat melihat hana yang berada dihadapannya.

“kau bilang kau mencintaiku? Apa kau serius dengan ucapanmu?” kata Hana yang langsung di iyakan oleh Alif. Hana hanya tertawa melihat Alif yang sepertinya sangat mudah mengiyakan pertanyaannya.

“aku butuh bukti.”

“bukti? Kau ingin bukti apa? Aku akan melakukan apapun untuk membuktikan ucapanku.”

Lagi – lagi Hana tersenyum. Namun tak lama kemudian Hana hilang entah kemana. Alif dengan paniknya langsung mengedarkan pandangannya kesemua arah untuk mencari Hana. Tapi ternyata Hana tidak berada di sekitarnya.

Alif berlari dan pergi meninggalkan pemakaman tersebut. Kata hatinya terus menyuruhnya untuk berlari dan mencari Hana. Walaupun hujan sudah turun dengan sangat deras, tapi Alif tetap pada keinginannya. Terus belari sampai dia menemukan Hana.

Langkahnya terhenti saat akhirnya dia melihat Hana berada beberapa meter dihadapannya. Senyum Hana terlihat sangat tulus. Tanpa buang waktu Alif segera mengejar Hana karena tidak ingin kehilangan wanita itu untuk yang ke 2 kalinya.

BBRRUAAAAKK..

Baru beberapa langkah alif berlari. Tubuhnya terasa telah menabrak sesuatu yang membuatnya terpental beberapa meter. Tanpa disadari, sebuah truk telah menabraknya hingga membuat tubuhnya berlumuran darah. Sama persis seperti yang dialami oleh Hana. Hana tersenyum kearahnya yang juga dibalas dengan senyuman oleh Alif. Selang beberapa saat, pandangannya berubah menjadi gelap.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
“Aku jauh lebih bahagia jika harus kehilangan nyawaku asalkan bisa mati bersamamu. Sejak saat menerima jam tangan pemberian darimu itu, jujur saja aku merasa bahwa ada yang lain dari diriku. Awalnya aku tidak mengerti sebenarnya ini perasaan apa. Namun setelah kau benar – benar pergi. Disitulah aku merasa yakin kalau ini adalah cinta. Aku tau kau takkan percaya mengingat sikapku yang selalu kasar padamu. Tapi tidakkah kau tau, dibalik rasa kesalku padamu, diam – diam aku malah menjadi lebih sering memperhatikanmu. Mungkin sebenarnya aku sudah lama menyukaimu. Namun aku saja yang terlalu lamban untuk menyadari semuanya. Dan sekarang aku minta padamu, jangan pernah tinggalkan aku lagi jika kau memang mencintaiku juga.” Alif.

“apa dikehidupan yang seperti ini kita bisa bermimpi juga? Aku ragu sudah mendengar pernyataan itu langsung dari dirimu sendiri. Tapi aku sangat bahagia karena kau akhirnya membalas perasaanku. Kau tau, aku sangat bahagia bisa mencintai orang seperti mu. Karena mu aku bisa merasakan bagaimana rasanya mencintai seseorang penuh dengan pengorbanan. Aku memang sedikit kecewa saat pertama kali kau meresponku dengan sangat kasar. Tapi aku juga senang karena bisa melampiaskan rasa senang dan menyangimu dengan cara yang seperti itu. Kau bilang aku sangat berbeda. Padahal yang sebenarnya berbeda itu adalah kau. Kau bisa merubah dunia kelamku menjadi lebih berwarna. Terima kasih karena telah bersedia mengorbankan dirimu untukku. Aku sangat, sangat, sangat mencintaimu.” Hana.
.
.
.
.
.
.
====**END**===

Tidak ada komentar:

Posting Komentar