Author
: Chie d’qhiel jelex a.k.a Okta
Yuchana
Title
: Mungkin ( I Wonder If You
Hurt Like Me)
Main
Cast : - Alif
- Hana (Imaginer)
-Jeje
Other
Cast : -Firly
-Arthur
-Louis Go
Genre
: Sad, Romance, Comedy
Rating
: PG 15
Summary : “ Cinta
ini hadir sesaat setelah aku kehilanganmu. Dapatkah aku memaafkan diriku
sendiri karena telah mengabaikan sosok yang indah sepertimu? Bahkan sampai
sekarang, cintamu masih ku rasakan indah bersarang di hatiku. Karena kamu
sangat berbeda dan aku ingin kamu kembali. I wonder if you hurt like me?”
PART 2
Padatnya
jadwal hari ini membuat Alif, Jeje, Firly dan Arthur pulang agak larut malam.
Meninggalkan Hana sendirian membuat Jeje begitu khawatir. Sehingga sesampainya
di rumah, Jeje membawa langkahnya mencari Hana untuk memastikan keadaannya.
Namun ternyata adik sepupunya itu sudah tertidur pulas di kamarnya.
Jeje
mendudukkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur sembari mengusap lembut rambut
Hana. Menatap setiap detail wajah Hana lalu tersenyum tipis.
“
Kau terlihat bahagia akhir -
akhir
ini,” ucap Jeje sedikit berbisik karena tidak mau mengganggu tidur Hana. “
maafkan bang Jeje karena tidak bisa menemanimu seharian penuh seperti dulu. Kau
pasti sangat kesepian kan?”
Dari
dulu Jeje memang sangat menyayangi Hana. Sejak kedua orang tua Hana meninggal dunia,
Jeje sudah bertekad untuk menjaga dan membahagiakan Hana. Karena bagaimanapun juga Hana tidak
mempunyai siapa -
siapa
lagi di dunia ini selain dirinya dan kedua orang tua Jeje.
Saat
masih kecil mereka juga sering menghabiskan waktu bersama karena Hana bukanlah
anak yang mudah bergaul sehingga dia hanya mau berteman dengan Jeje seorang.
Hana adalah tipe orang yang sering menutup diri, pendiam dan juga cuek dengan
keadaan di sekitarnya. Namun semenjak dia menyukai Alif, sifatnya berubah
sangat drastis menjadi lebih ceria. Itulah sebabnya mengapa Jeje turut bahagia
dengan perubahan sikap Hana yang seperti ini. Sangat menyenangkan bisa melihat
senyum Hana seperti dulu saat orangtuanya masih hidup.
====****====
Jeje
menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Menoleh sebentar ke arah Alif yang masih
memejamkan matanya dan kemudian kembali menatap langit - langit kamar.
“kau
belum tidur?”
“Hmm..”
jawab Alif singkat tanpa merubah posisinya. Ternyata Jeje menyadari bahwa dia
belum tidur dan hanya sekedar memejamkan mata.
“Ada
yang ingin abang tanyakan.”
Alif
membuka matanya untuk melihat sosok Jeje yang berada di sampingnya. “Tanyakan
saja.” Ucap Alif malas.
Jeje
sedikit menarik nafas dalam -
dalam
karena respon Alif yang seperti ini. “Apa kau keberatan Hana tinggal disini?
Kelihatannya kau tidak begitu menyukainya.”
“Hmm..”
lagi - lagi Alif hanya menjawab
dengan singkat.
“Kenapa?”
“Apa
harus dijawab?”
“Tentu
saja.” Jeje memiringkan badannya agar dapat melihat dengan jelas wajah Alif.
Menyebalkan memang saat mendapat respon Alif yang terkesan cuek ini. Tapi demi
Hana, Jeje harus tetap bersabar
menanggapi sikap dingin Alif yang tak biasa ini agar dapat menemukan alasan
yang sebenarnya.
Alif
diam untuk beberapa saat. Sebelum menjawab pertanyaan dari Jeje, Alif mengacak
asal rambutnya sendiri sehingga membuat Jeje mengernyit heran.
“Aish..
bang Je tau sendirikan kalau aku tidak suka ada orang lain yang memasuki
kamarku? Apa lagi jika dia harus tidur berhari - hari disana. Itu sangat membuatku tidak
nyaman bang. Kenapa harus kamarku yang jadi korban? Kenapa bukan kamar bang Jeje,
bang Firly ataupun bang Arthur? Apa karena aku magnae disini sehingga kalian bisa nge-bully
ku begitu saja?” omel Alif panjang lebar. Setelah selama 2 hari ini dipendamnya,
akhirnya Alif punya kesempatan untuk meluapkan emosinya. Sifat kekanak - kanakannya yang
dulu pun kembali muncul sehingga memancing tawa dari Jeje. Jeje kira Alif
mereka sudah berubah total semenjak
kehadiran Hana di tengah - tengah mereka. Tapi ternyata Alif masih
sama. Masih cerewet, manja dan kekanak - kanakan.
“hahaha..hanya
karena itu?” tanya Jeje lagi di sela tawanya.
Alif
segera melemparkan pandangannya pada abang kesayangannya itu. Sekedar memberi
kode agar dia menghentikan tawanya. Namun ternyata sia - sia, Jeje masih
saja tertawa hingga membuatnya bertambah kesal.
“Bukan
hanya itu. Semenjak ada dia, kalian jadi lebih sering memperhatikan dia dari
pada aku. Aku benci ada orang baru di sekitar kita. Terlebih lagi kesan
pertamanya saat berhadapan denganku itu sangat buruk. Enak saja dia mengataiku
homo. Apa aku terlihat seperti itu?” Alif mengkerucutkan bibirnya. Ingatan tentang awal pertemuannya
dengan Hana masih terputar jelas di pikirannya.
“oke,
abang akan meluruskan semua keluhan - keluhan mu.” Jeje masih mengulum tawanya
karena pernyataan Alif yang tadi. “ Yang pertama, kau memang harus mengalah karena kami lebih
tua darimu. Yang kedua, itu sudah sewajarnya karena dia adalah tamu dan kita
harus bersikap baik padanya. Ketiga, dia memberi kesan buruk padamu karena kau
duluan yang memulainya. Dia itu selalu baik padamu, tapi kau saja yang terlalu
kasar pada Hana.” Jelas jeje.
“huh...
Abang membelanya karena kalian bersaudara nkan? Lalu bagaimana dengan nasibku?
Bahkan untuk mengambil barang -
barangku
yang ada disana saja sangat sulit. dia sama sekali tidak memperbolehkanku masuk
padahal Itu adalah kamarku.”
Semua
yang dikatakan Alif memang ada benarnya. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh jeje?
Dia sudah terlanjur menawarkan kamar Alif walaupun Hana tidak pernah meminta.
Malahan Jeje lah yang memaksa Hana untuk tidur disana. karena Jeje sangat tau
kalau Hana menyukai apapun yang berhubungan dengan Alif.
“Kau
terlalu banyak protes. Sekamar dengan abang juga tidak masalah kan? Lagian kan ini
hanya untuk sementara waktu, lif!”
Alif
menggigit bibirnya sendiri sebelum berbiara. Tampaknya dia sedang memikirkan
sesuatu. Memang Sudah sangat terlambat kalau sekarang dia ingin memprotes.
Karena mereka juga sudah membicarakan
hal ini sebelum Hana datang. Ya walaupun sempat ada perdebatan kecil juga. Tapi
Salahnya sendiri kenapa sebelumnya dia
mengiyakan Jeje yang akhirnya malah membuatnya menyesal.
“Baiklah kali ini aku mengalah. Tapi...” ucap
Alif dengan tersenyum licik saat melihat ke arah Jeje.
“
Tapi apa?”
“Belikan
aku catokan baru.hehehe..” jari Alif membentuk huruf V dengan eye smile andalannya yang ditujukan pada
Jeje agar mau menuruti permintaannya. Dan ternyata No respon, Jeje malah cepat - cepat memutar
tubuhnya hingga membelakangi Alif. Menarik selimut sampai menutupi seluruh
tubuhnya lalu berpura -
pura
tidur.
“Bang
Je, kenapa kau begini? Kau mau membelikannya untukku kan?” rengek Alif sambil
terus - terusan
mengguncang tubuh Jeje dari balik selimut. Sebanyak apapun dia melakukan itu,
Jeje tetap tidak bergeming dan malah tidak menganggap Alif ada.
====****====
=Alif
POV=
Ini
sudah seminggu sejak kedatangan Hana di tengah - tengah kami. Jujur saja aku sedikit
terganggu dengan keberadaannya. Selain ketiga abang ku yang jadi lebih sering
bermain bersamanya dari pada denganku, dia juga sering kali mengikuti ku kemana
pun aku pergi. Apa menguntit itu adalah salah satu dari hobynya?. Tapi kenapa
harus aku? Apa karena ketampanan wajahku? sepertinya itu bukan alasannya karena
bang arthur jauh lebih tampan dariku. Dan yang pastinya sampai saat ini aku
belum bisa bersikap baik padanya. Bagaimana tidak, dia juga terlihat seperti
seorang paparazzi karena aku sering kali mendapatinya sedang
memfotoku secara diam – diam. Saat aku marah dan bertanya kenapa dia mengambil
fotoku, jawabannya selalu sama yaitu ‘karena kalau aku menggambarmu itu sulit
dan membutuhkan waktu yang lama’.
Tapi
sikapnya juga tidak selamanya buruk. Terkadang dia bisa diandalkan karena
setiap kami ada jadwal tapping
ataupun mengisi acara musik, dia sering membantu mempersiapkan kebutuhan kami –
S4 – dan juga beberapa kali membuatkan bekal makanan khusus untukku. Member
yang lainnya juga sempat merasa iri padaku. Karena Bang Jeje saja yang
berstatus sebagai saudaranya tidak pernah dibuatkan bekal olehnya. Aku juga tak
tau kenapa dia lebih memperhatikanku dari pada yang lainnya. Padahal setiap
kali berbicara padanya aku selalu kasar.
Tubuhku
sedikit terlonjak saat tangan Bang Firly mendarat di bahuku dan membuyarkan
segala lamunanku. “huh.. jantungku serasa mau copot bang.” Desahku dengan
tangan yang memegang dada sebelah kiriku.
Kulihat
Bang Firly hanya tersenyum lebar tanpa menanggapi keluhanku. Dia menarik sebuah
kursi dan duduk tepat di samping ku. Sudah menjadi Kebiasaannya merusak acara
lamunanku ataupun lamunan member lain. Walaupun kesal, sayangnya aku tak pernah
berani untuk memarahinya.
“Kau
melamun?” tanyanya singkat.
“Tidak.
Aku hanya memikirkan sesuatu”
“Memikirkan
sesuatu? Maksudmu memikirkan dia?” tanyanya lagi. Pandangannya tertuju pada
Hana yang sedang mengobrol bertiga dengan Bang Jeje dan Bang Arthur di tempat
yang tidak jauh dari kami. Aku lumayan terkejut dengan pertanyaannya. Kenapa Bang
Firly bisa tau? semudah itukah membaca pikiranku?
“ti.tidak..
kenapa harus memikirkan dia? Ada banyak hal yang bisa ku fikirkan selain dia
bang.” Ucapku dengan mengibaskan kedua tanganku. Namun yang anehnya, nada
bicaraku malah terdengar seperti sedang gugup. Bang Firly mulai tersenyum
menggoda kearahku. Aish..kenapa aku bersikap bodoh seperti ini?
“Kau
yakin dengan ucapan mu?”tanyanya penuh antusias. Sebenarnya aku juga tidak
yakin karena apa yang dikatakan oleh Bang Firly itu memang benar. Tapi tidak mungkin kalau aku mengaku padanya.
“Ya,
aku sangat yakin.”
Lagi
lagi dia tersenyum mendengar ucapanku. Namun kali ini senyumnya berbeda dari
sebelumnya. Sekarang senyumnya lebih tepat dikatakan seperti sedang mengejekku.
“Sepertinya
kau menyukai Hana.” Celetuknya dengan ekspresi datar yang sontak membuatku
membelalakkan mata.
“hah?
Aku menyukainya?hahaha.. kedengarannya itu sangat konyol.” Karena bingung harus
bersikap bagaimana, Aku hanya tertawa menanggapi abangku yang satu ini. Sangat aneh memang . tapi
kenapa Bang Firly bisa berpikiran begitu? Membayangkannya saja aku tidak
pernah. Apalagi jika aku benar -
benar
menyukainya. Ku pikir itu takkan pernah terjadi dalam hidupku. Karena walaupun
Hana memiliki wajah yang cantik, tapi dia tidak termasuk dalam tipeku.
“kau
terlalu gengsi lif. Hati -
hati
karena ucapan bisa jadi boomerang bagi dirimu sendiri” kata Bang
Firly. Aku segera menghentikan tawaku lalu menatap serius wajah Bang Firly.
“kenapa? Ada yang salah?” tanyanya karena aku terus melihatnya tanpa berkedip.
“lif.”
Tiba - tiba bang jeje
memanggilku sehingga aku dan Bang Firly serentak melihat ke arah sumber suara.
“Kau tidak sibuk kan?” katanya lagi sambil menghampiri kami.
“Kenapa?” jawabku santai.
“Baguslah.
Bisakah menemani Hana berbelanja? persediaan makanan kita sudah habis.”
“kenapa
harus aku?” sepertinya kali ini aku menjadi korban pemanfaatan lagi. Entah kenapa
Bang Jeje sering kali menyuruhku untuk menemani Hana. padahal Dia sendiri tau
kalau aku tidak menyukai sepupunya itu. Terkadang aku merasa kalau menjadi magnae itu sangat buruk karena harus
lebih sering mengalah dan tidak punya hak untuk membantah
====****====
=Author
POV=
“Sudah
semua kan?” tanya alif pada Hana. Dia sudah mulai bosan mengikuti Hana
berbelanja sayur, buah, dan segala kebutuhan yang kebetulan sudah habis di dorm
mereka. Ini kali pertama bagi alif mengikuti Hana karena sebelumnya Hana lah
yang selalu mengikuti Alif.
“Satu
lagi.” Hana tersenyum lalu melanjutkan langkahnya ke tempat lain. Padahal
kebutuhan yang dicatat di selembar kertas itu sudah didapatkan semua. Namun ada
satu hal lagi yang memang ingin dibeli Hana untuk dirinya sendiri.
Dengan
malas Alif pun terpaksa mengikuti Hana sambil mendorong troly tempat belanjaan
mereka. Kalau bukan karena Jeje, mungkin dari tadi Alif sudah meninggalkan Hana
di mall ini. Hana benar – benar sangat teliti dalam hal berbelanja sehingga
membutuhkan waktu berjam – jam untuk menemaninya.
“
Ah.. ini dia.” Ucap Hana bersemangat saat sesuatu yang dicarinya telah
ditemukan. Buru – buru Alif segera menghampirinya karena penasaran dengan apa
yang dicari Hana hingga membuatnya terlihat begitu bahagia saat menemukannya.
Namun setelah melihatnya , Alif malah terperangah dengan ekspresi datarnya.
“Jadi
kau mencari itu?” tanya Alif.
Hana
hanya menganggukkan kepalanya sambil mengambil sekotak pensil warna dan juga
kertas canson yang berbentuk sketchbook.
“Untuk
apa?” alif kembali bertanya karena belum puas dengan jawaban Hana.
“Untuk
menggambarmu.”
“Hah?
Aku?”
Jari
telunjuk Alif mengarah pada wajahnya sendiri. Hana hanya tertawa kecil melihat
reaksi Alif lalu melanjutkan langkahnya lagi . Meninggalkan Alif bebarapa langkah
di belakangnya tanpa menjawab pertanyaan Alif yang sudah seperti seorang
wartawan. Tumben Alif ingin banyak tau tentang Hana. Biasanya dia tidak pernah
peduli dengan apapun yang dilakukan oleh Hana walaupun itu berkaitan dengannya.
====****====
Tanpa
berkata apapun, Hana mengambil sebuah kantong plastik belanjaan mereka tadi
dari tangan Alif
“Biar
aku saja.” Alif mencoba merebut kembali kantong plastik itu dari Hana. Namun
dengan sigapnya Hana langsung menghindar sehingga Alif gagal meraihnya. “Ya sudah
kalau tidak mau.” Ucap Alif mengkerucutkan bibirnya sambil memalingkan wajah
kesembarang tempat.
“Hahaha..jangan
tunjukkan ekspresi itu lagi. Aku tak bisa menahan tawaku jika melihatmu seperti
itu.” Kata Hana sambil tertawa geli.
“Memangnya
ada yang lucu?” seperti biasa, Alif memang selalu ketus saat berbicara dengan
Hana. Tapi kali ini ada yang sedikit berbeda. Biasanya Alif menunjukkan wajah
ngambeknya hanya pada orang – orang terdekatnya. Namun kali ini dia malah
menunjukkannya pada Hana. Ntah memang karena Alif sudah mulai nyaman bersama
Hana atau malah karena dia tidak sengaja menunjukkan hal itu.
“Hehe..lupakan.
kau tidak lapar?” tanya Hana.
Alif
mengedarkan pandangannya pada sekitarnya. “Emm..kita jangan makan disini.” Kata
Alif sambil membenahi posisi topinya.
Setelah
berjalan beberapa langkah, Alif membalikkan badannya karena merasa Hana tidak
mengikutinya dari belakang. Dan benar saja, ternyata Hana malah berhenti pada
sebuah toko accessories sambil
memperhatikan sebuah jam tangan.
“Aish..
kau sedang apa?” ucap Alif kesal sambil menghampiri Hana yang masih serius
melihat sebuah jam tangan yang ada dihadapannya.
“Ini
berapa?” Hana mengabaikan Alif dan malah bertanya kepada SPG toko itu.
“375
ribu.” Kata SPG itu dengan ramah.
Hana
mengetuk dagunya dengan jari telunjuknya seperti sedang berpikir. “hmm..Aku
beli yang ini.” Setelah beberapa lama, akhirnya Hana pun memutuskan untuk
membeli jam tangan berwarna biru yang memang sudah diperhatikannya sejak tadi.
“Baiklah.”
“
Tunggu..Tunggu...” Hana menahan SPG itu akan membawa jam tangannya. “Aku hanya
ingin beli satu.” Ucap Hana lagi.
“Maaf
mbak, ini adalah jam couple sehingga
tidak bisa dibeli secara terpisah.”jelas SPG itu masih dengan ramahnya.
“Benarkah?”
Hana kembali berpikir. Pada akhirnya Hana pun melihat ke arah Alif yang sedang
tidak memperhatikan mereka karena sibuk menutupi wajahnya sendiri.
Hana
memutuskan untuk membeli keduanya sebelum dia dan Alif akhirnya keluar dari mall itu dan menuju ke sebuah tempat
makan. Mereka sama- sama merasa lapar karena
hari memang sudah hampir sore. Namun anehnya, Alif malah membawa Hana ke
sebuah cafe yang tempatnya terbuka dan tidak jauh dari mall tempat mereka berbelanja tadi.
“Kenapa
kesini? Bukannya kau tidak mau makan di mall
tadi karena takut ketahuan fans ataupun media?” tanya Hana setelah mereka
memesan makanan dan memilih tempat duduk.
“Siapa
bilang? Uang ku tidak cukup untuk makan di mall
tadi makanya aku mengajakmu kesini.” Ucap Alif santai.
Hana
sedikit menahan tawanya mendengar ucapan Alif yang benar – benar polos.
Dikiranya Alif tidak mau makan di Mall
tadi karena takut akan ada fans ataupun media yang mengenalinya. Sehingga akan
menimbulkan gosip baru karena Alif sedang jalan berdua dengannya. Namun
ternyata alasan Alif sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan Hana.
====****====
“Kita
mau kemana?” Hana mengikuti Alif dari belakang. Ia mencoba mempercepat
langkahnya agar bisa mensejajarkan tubuhnya dengan Alif, namun langkah Alif
jauh lebih cepat darinya hingga membuatnya sedikit berlari.
“Tentu
saja pulang. Kau tidak liat sebentar lagi akan malam?” kata Alif.
“Kenapa
tidak naik taksi? Apa uangmu tidak cukup lagi?”
“Bukan
begitu. Aku ingin kau mencoba naik busway.
Sebelumnya kau tidak pernah naik itu kan?” Alif sengaja mencari alasan agar
tidak terlalu malu kalau dia ketahuan telah kehabisan uang. Sedangkan Hana yang
tidak mengerti maksud Alif pun hanya mengangguk mengiyakan. Sebelumnya dia
memang tidak pernah menaiki busway
karena di Medan ataupun Jepang tidak ada kendaraan yang semacam itu.
“Tunggu
sebentar.” Hana menahan langkah Alif dengan menarik jacket berwarna merah hitam yang dikenakan Alif.
“Ada
apa?”
Lagi
– lagi Hana mengabaikan pertanyaan Alif. Hana malah menyerahkan kantong plastik
belanjaan yang dipegangnya pada Alif lalu mencari sesuatu di dalam tas
jinjingnya. Tanpa berkata apapun, Hana memakaikan jam tangan yang tadi
dibelinya ke pergelangan tangan kiri Alif. Dia tersenyum puas saat
mensejajarkan tangannya dan tangan Alif sehingga menampakkan jam couple yang sedang mereka pakai.
“Sangat
cocok.” Ucap Hana dengan wajah yang berbinar.
“Apa
ini? Aku tidak suka warnanya.” Alif meletakkan belanjaan mereka dan mencoba
melepaskan jam tangan tersebut.
“Aish..pakai
saja. Ini terlihat keren kok.” Bujuk Hana. Dia terus menahan tangan Alif agar
tidak bisa membukanya. Hana sangat
berharap kalau kali ini Alif mau memakai barang pemberiannya.
“
Apanya yang keren? Sangat norak kalau kita pakai bersamaan seperti ini.”
“Itukan
menurutmu. Ku mohon jangan dilepas ya? Kalau kau tidak suka, setidaknya, pakai
lah hanya untuk malam ini saja.” Kata Hana.
=alif
POV=
“Itukan
menurutmu. Kumohon jangan dilepas ya? Kalau kau tidak suka, setidaknya, pakai
lah hanya untuk malam ini saja.” Ucapnya sambil terus memohon padaku. aku tidak
mengerti dengan apa yang ada di pikiran adik sepupu Bang Jeje ku ini. Kenapa
dia menyuruhku memakai jam yang sama dengannya? Apa dia mau orang – orang mengira
kalau kami ini berpacaran? Hah.. yang benar saja.
“Tidak
mau. Ini memalukan.” Aku sengaja menepis tangannya dan cepat – cepat membuka
jam tangan itu agar dia tidak bisa menahan ku lagi. Namun karena terburu –
buru, tidak sengaja jam tangan itu malah terlempar ke tengah jalan.
“Jamnya..”
ucap hana.
Tiba
– tiba dia mendorong tubuhku hingga aku terjungkal kebelakang. Namun saat aku
menoleh kearahnya dan bermaksud ingin marah, aku malah melihat sebuah mobil
melaju dengan kencang kearahnya. Yang sialnya belum sempat aku mengejar, mobil
itu sudah berhasil menabrak tubuh Hana hingga terpental beberapa meter dari
tempatnya.
“Ha..Hana” aku benar – benar terkejut dengan apa yang
baru saja kulihat. Walaupun tubuhku bergetar dengan hebat, aku terus berusaha
berlari secepat mungkin dan menghampiri Hana yang sudah terkulai lemas dengan
berlumuran darah.
Entah
sejak kapan orang – orang mulai berdatangan dan mengerubungi aku yang sudah
meraih tubuh Hana lalu mendekapnya dengan sangat erat.
“Hana..Hana..”
ucapku dengan suara yang bergetar karena menahan airmata yang sepertinya sudah
mulai membasahi mataku. Aku mengguncang tubuhnya berharap dia membuka matanya
dan mengatakan kalau dia baik - baik saja. Namun
aku sendiri tidak yakin, mana mungkin Hana baik – baik saja dengan kondisi yang
seperti ini. Bajuku saja sudah sangat basah karena darahnya yang terus mengalir.
“Ja..jamnya
tidak rusak.” Aku terhenyak saat mendengar suara Hana. Saat aku melihat
kearahnya,Dia malah tersenyum sambil mengangkat sebelah tangannya dan
menunjukkan jam tangan yang tadinya tidak sengaja terlempar hingga membuatnya
seperti ini.
Dia
bodoh atau sudah tidak waras? Bagaimana bisa dia mengorbankan nyawanya sendiri
demi jam tangan ini? Apa nyawanya lebih murah ketimbang jam bodoh ini?
====**..TBC..**====
Tidak ada komentar:
Posting Komentar