Sabtu, 17 Agustus 2013

Mungkin ( I Wonder If You Hurt Like Me) Part 2


Author       : Chie d’qhiel jelex a.k.a Okta Yuchana
Title            : Mungkin ( I Wonder If You Hurt Like Me)
Main Cast  : - Alif
- Hana (Imaginer)
-Jeje
Other Cast : -Firly
-Arthur
-Louis Go
Genre          : Sad, Romance, Comedy
Rating          : PG 15
Summary    :  “ Cinta ini hadir sesaat setelah aku kehilanganmu. Dapatkah aku memaafkan diriku sendiri karena telah mengabaikan sosok yang indah sepertimu? Bahkan sampai sekarang, cintamu masih ku rasakan indah bersarang di hatiku. Karena kamu sangat berbeda dan aku ingin kamu kembali. I wonder if you hurt like me?”

PART 2

Padatnya jadwal hari ini membuat Alif, Jeje, Firly dan Arthur pulang agak larut malam. Meninggalkan Hana sendirian membuat Jeje begitu khawatir. Sehingga sesampainya di rumah, Jeje membawa langkahnya mencari Hana untuk memastikan keadaannya. Namun ternyata adik sepupunya itu sudah tertidur pulas di kamarnya.

Jeje mendudukkan tubuhnya pada pinggiran tempat tidur sembari mengusap lembut rambut Hana. Menatap setiap detail wajah Hana lalu tersenyum tipis.

“ Kau terlihat bahagia akhir - akhir ini,” ucap Jeje sedikit berbisik karena tidak mau mengganggu tidur Hana. “ maafkan bang Jeje karena tidak bisa menemanimu seharian penuh seperti dulu. Kau pasti sangat kesepian kan?”

Dari dulu Jeje memang sangat menyayangi Hana. Sejak kedua orang tua Hana meninggal dunia, Jeje sudah bertekad untuk menjaga dan membahagiakan  Hana. Karena bagaimanapun juga Hana tidak mempunyai siapa - siapa lagi di dunia ini selain dirinya dan kedua orang tua Jeje.

Saat masih kecil mereka juga sering menghabiskan waktu bersama karena Hana bukanlah anak yang mudah bergaul sehingga dia hanya mau berteman dengan Jeje seorang. Hana adalah tipe orang yang sering menutup diri, pendiam dan juga cuek dengan keadaan di sekitarnya. Namun semenjak dia menyukai Alif, sifatnya berubah sangat drastis menjadi lebih ceria. Itulah sebabnya mengapa Jeje turut bahagia dengan perubahan sikap Hana yang seperti ini. Sangat menyenangkan bisa melihat senyum Hana seperti dulu saat orangtuanya masih hidup.

                                                                ====****====

Jeje menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Menoleh sebentar ke arah Alif yang masih memejamkan matanya dan kemudian kembali menatap langit - langit kamar.

“kau belum tidur?”

“Hmm..” jawab Alif singkat tanpa merubah posisinya. Ternyata Jeje menyadari bahwa dia belum tidur dan hanya sekedar memejamkan mata.

“Ada yang ingin abang tanyakan.”

Alif membuka matanya untuk melihat sosok Jeje yang berada di sampingnya. “Tanyakan saja.” Ucap Alif malas.

Jeje sedikit menarik nafas dalam - dalam karena respon Alif yang seperti ini. “Apa kau keberatan Hana tinggal disini? Kelihatannya kau tidak begitu menyukainya.”

“Hmm..” lagi - lagi Alif hanya menjawab dengan singkat.

“Kenapa?”

“Apa harus dijawab?”

“Tentu saja.” Jeje memiringkan badannya agar dapat melihat dengan jelas wajah Alif. Menyebalkan memang saat mendapat respon Alif yang terkesan cuek ini. Tapi demi Hana, Jeje  harus tetap bersabar menanggapi sikap dingin Alif yang tak biasa ini agar dapat menemukan alasan yang sebenarnya.

Alif diam untuk beberapa saat. Sebelum menjawab pertanyaan dari Jeje, Alif mengacak asal rambutnya sendiri sehingga membuat Jeje mengernyit heran.

“Aish.. bang Je tau sendirikan  kalau aku  tidak suka ada orang lain yang memasuki kamarku? Apa lagi jika dia harus tidur berhari - hari disana. Itu sangat membuatku tidak nyaman bang. Kenapa harus kamarku yang jadi korban? Kenapa bukan kamar bang Jeje, bang Firly ataupun bang Arthur? Apa karena aku magnae disini sehingga kalian bisa nge-bully ku begitu saja?” omel Alif panjang lebar. Setelah selama 2 hari ini dipendamnya, akhirnya Alif punya kesempatan untuk meluapkan emosinya. Sifat kekanak - kanakannya yang dulu pun kembali muncul sehingga memancing tawa dari Jeje. Jeje kira Alif mereka sudah berubah total semenjak  kehadiran Hana di tengah - tengah mereka. Tapi ternyata Alif masih sama. Masih cerewet, manja dan kekanak - kanakan.

“hahaha..hanya karena itu?” tanya Jeje lagi di sela tawanya.

Alif segera melemparkan pandangannya pada abang kesayangannya itu. Sekedar memberi kode agar dia menghentikan tawanya. Namun ternyata sia - sia, Jeje masih saja tertawa hingga membuatnya bertambah kesal.

“Bukan hanya itu. Semenjak ada dia, kalian jadi lebih sering memperhatikan dia dari pada aku. Aku benci ada orang baru di sekitar kita. Terlebih lagi kesan pertamanya saat berhadapan denganku itu sangat buruk. Enak saja dia mengataiku homo. Apa aku terlihat seperti itu?” Alif mengkerucutkan  bibirnya. Ingatan tentang awal pertemuannya dengan Hana masih terputar jelas di pikirannya.

“oke, abang akan meluruskan semua keluhan - keluhan mu.” Jeje masih mengulum tawanya karena pernyataan Alif yang tadi. “ Yang pertama,  kau memang harus mengalah karena kami lebih tua darimu. Yang kedua, itu sudah sewajarnya karena dia adalah tamu dan kita harus bersikap baik padanya. Ketiga, dia memberi kesan buruk padamu karena kau duluan yang memulainya. Dia itu selalu baik padamu, tapi kau saja yang terlalu kasar pada Hana.” Jelas jeje.

“huh... Abang membelanya karena kalian bersaudara nkan? Lalu bagaimana dengan nasibku? Bahkan untuk mengambil barang - barangku yang ada disana saja sangat sulit. dia sama sekali tidak memperbolehkanku masuk padahal  Itu adalah kamarku.”

Semua yang dikatakan Alif memang ada benarnya. Tapi apa yang bisa dilakukan oleh jeje? Dia sudah terlanjur menawarkan kamar Alif walaupun Hana tidak pernah meminta. Malahan Jeje lah yang memaksa Hana untuk tidur disana. karena Jeje sangat tau kalau Hana menyukai apapun yang berhubungan dengan Alif.

“Kau terlalu banyak protes. Sekamar dengan abang juga tidak masalah kan? Lagian kan ini hanya untuk sementara waktu, lif!”

Alif menggigit bibirnya sendiri sebelum berbiara. Tampaknya dia sedang memikirkan sesuatu. Memang Sudah sangat terlambat kalau sekarang dia ingin memprotes. Karena  mereka juga sudah membicarakan hal ini sebelum Hana datang. Ya walaupun sempat ada perdebatan kecil juga. Tapi Salahnya sendiri kenapa  sebelumnya dia mengiyakan Jeje yang akhirnya malah membuatnya menyesal.

 “Baiklah kali ini aku mengalah. Tapi...” ucap Alif dengan tersenyum licik saat melihat ke arah Jeje.

“ Tapi apa?”

“Belikan aku catokan baru.hehehe..” jari Alif membentuk huruf V dengan eye smile andalannya yang ditujukan pada Jeje agar mau menuruti permintaannya. Dan ternyata No respon, Jeje malah cepat - cepat memutar tubuhnya hingga membelakangi Alif. Menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya lalu berpura - pura tidur.

“Bang Je, kenapa kau begini? Kau mau membelikannya untukku kan?” rengek Alif sambil terus - terusan mengguncang tubuh Jeje dari balik selimut. Sebanyak apapun dia melakukan itu, Jeje tetap tidak bergeming dan malah tidak menganggap Alif ada.


                                                        ====****====



=Alif POV=

Ini sudah seminggu sejak kedatangan Hana di tengah - tengah kami. Jujur saja aku sedikit terganggu dengan keberadaannya. Selain ketiga abang ku yang jadi lebih sering bermain bersamanya dari pada denganku, dia juga sering kali mengikuti ku kemana pun aku pergi. Apa menguntit itu adalah salah satu dari hobynya?. Tapi kenapa harus aku? Apa karena ketampanan wajahku? sepertinya itu bukan alasannya karena bang arthur jauh lebih tampan dariku. Dan yang pastinya sampai saat ini aku belum bisa bersikap baik padanya. Bagaimana tidak, dia juga terlihat seperti seorang paparazzi  karena aku sering kali mendapatinya sedang memfotoku secara diam – diam. Saat aku marah dan bertanya kenapa dia mengambil fotoku, jawabannya selalu sama yaitu ‘karena kalau aku menggambarmu itu sulit dan membutuhkan waktu yang lama’.

Tapi sikapnya juga tidak selamanya buruk. Terkadang dia bisa diandalkan karena setiap kami ada jadwal tapping ataupun mengisi acara musik, dia sering membantu mempersiapkan kebutuhan kami – S4 – dan juga beberapa kali membuatkan bekal makanan khusus untukku. Member yang lainnya juga sempat merasa iri padaku. Karena Bang Jeje saja yang berstatus sebagai saudaranya tidak pernah dibuatkan bekal olehnya. Aku juga tak tau kenapa dia lebih memperhatikanku dari pada yang lainnya. Padahal setiap kali berbicara padanya aku selalu kasar.

Tubuhku sedikit terlonjak saat tangan Bang Firly mendarat di bahuku dan membuyarkan segala lamunanku. “huh.. jantungku serasa mau copot bang.” Desahku dengan tangan yang memegang dada sebelah kiriku.

Kulihat Bang Firly hanya tersenyum lebar tanpa menanggapi keluhanku. Dia menarik sebuah kursi dan duduk tepat di samping ku. Sudah menjadi Kebiasaannya merusak acara lamunanku ataupun lamunan member lain. Walaupun kesal, sayangnya aku tak pernah berani untuk memarahinya.

“Kau melamun?” tanyanya singkat.

“Tidak. Aku hanya memikirkan sesuatu”

“Memikirkan sesuatu? Maksudmu memikirkan dia?” tanyanya lagi. Pandangannya tertuju pada Hana yang sedang mengobrol bertiga dengan Bang Jeje dan Bang Arthur di tempat yang tidak jauh dari kami. Aku lumayan terkejut dengan pertanyaannya. Kenapa Bang Firly bisa tau? semudah itukah membaca pikiranku?

“ti.tidak.. kenapa harus memikirkan dia? Ada banyak hal yang bisa ku fikirkan selain dia bang.” Ucapku dengan mengibaskan kedua tanganku. Namun yang anehnya, nada bicaraku malah terdengar seperti sedang gugup. Bang Firly mulai tersenyum menggoda kearahku. Aish..kenapa aku bersikap bodoh seperti ini?

“Kau yakin dengan ucapan mu?”tanyanya penuh antusias. Sebenarnya aku juga tidak yakin karena apa yang dikatakan oleh Bang Firly itu memang benar.  Tapi tidak mungkin kalau aku mengaku padanya.

“Ya, aku sangat yakin.”

Lagi lagi dia tersenyum mendengar ucapanku. Namun kali ini senyumnya berbeda dari sebelumnya. Sekarang senyumnya lebih tepat dikatakan seperti sedang mengejekku.

“Sepertinya kau menyukai Hana.” Celetuknya dengan ekspresi datar yang sontak membuatku membelalakkan mata.

“hah? Aku menyukainya?hahaha.. kedengarannya itu sangat konyol.” Karena bingung harus bersikap bagaimana, Aku hanya tertawa menanggapi abangku  yang satu ini. Sangat aneh memang . tapi kenapa Bang Firly bisa berpikiran begitu? Membayangkannya saja aku tidak pernah. Apalagi jika aku benar - benar menyukainya. Ku pikir itu takkan pernah terjadi dalam hidupku. Karena walaupun Hana memiliki wajah yang cantik, tapi dia tidak termasuk dalam tipeku.

“kau terlalu gengsi lif. Hati - hati karena  ucapan bisa jadi boomerang bagi dirimu sendiri” kata Bang Firly. Aku segera menghentikan tawaku lalu menatap serius wajah Bang Firly. “kenapa? Ada yang salah?” tanyanya karena aku terus melihatnya tanpa berkedip.

“lif.” Tiba - tiba bang jeje memanggilku sehingga aku dan Bang Firly serentak melihat ke arah sumber suara. “Kau tidak sibuk kan?” katanya lagi sambil menghampiri kami.

“Kenapa?”  jawabku santai.

“Baguslah. Bisakah menemani Hana berbelanja? persediaan makanan kita sudah habis.”

“kenapa harus aku?” sepertinya kali ini aku  menjadi korban pemanfaatan lagi. Entah kenapa Bang Jeje sering kali menyuruhku untuk menemani Hana. padahal Dia sendiri tau kalau aku tidak menyukai sepupunya itu. Terkadang aku merasa kalau menjadi magnae itu sangat buruk karena harus lebih sering mengalah dan tidak punya hak untuk membantah


====****====


=Author POV=


“Sudah semua kan?” tanya alif pada Hana. Dia sudah mulai bosan mengikuti Hana berbelanja sayur, buah, dan segala kebutuhan yang kebetulan sudah habis di dorm mereka. Ini kali pertama bagi alif mengikuti Hana karena sebelumnya Hana lah yang selalu mengikuti Alif.

“Satu lagi.” Hana tersenyum lalu melanjutkan langkahnya ke tempat lain. Padahal kebutuhan yang dicatat di selembar kertas itu sudah didapatkan semua. Namun ada satu hal lagi yang memang ingin dibeli Hana untuk dirinya sendiri.

Dengan malas Alif pun terpaksa mengikuti Hana sambil mendorong troly tempat belanjaan mereka. Kalau bukan karena Jeje, mungkin dari tadi Alif sudah meninggalkan Hana di mall ini. Hana benar – benar sangat teliti dalam hal berbelanja sehingga membutuhkan waktu berjam – jam untuk menemaninya.

“ Ah.. ini dia.” Ucap Hana bersemangat saat sesuatu yang dicarinya telah ditemukan. Buru – buru Alif segera menghampirinya karena penasaran dengan apa yang dicari Hana hingga membuatnya terlihat begitu bahagia saat menemukannya. Namun setelah melihatnya , Alif malah terperangah dengan ekspresi datarnya.

“Jadi kau mencari itu?” tanya Alif.

Hana hanya menganggukkan kepalanya sambil mengambil sekotak pensil warna dan juga kertas canson yang berbentuk sketchbook.

“Untuk apa?” alif kembali bertanya karena belum puas dengan jawaban Hana.

“Untuk menggambarmu.”

“Hah? Aku?”

Jari telunjuk Alif mengarah pada wajahnya sendiri. Hana hanya tertawa kecil melihat reaksi Alif lalu melanjutkan langkahnya lagi . Meninggalkan Alif bebarapa langkah di belakangnya tanpa menjawab pertanyaan Alif yang sudah seperti seorang wartawan. Tumben Alif ingin banyak tau tentang Hana. Biasanya dia tidak pernah peduli dengan apapun yang dilakukan oleh Hana walaupun itu berkaitan dengannya.

====****====

Tanpa berkata apapun, Hana mengambil sebuah kantong plastik belanjaan mereka tadi dari tangan Alif

“Biar aku saja.” Alif mencoba merebut kembali kantong plastik itu dari Hana. Namun dengan sigapnya Hana langsung menghindar sehingga Alif gagal meraihnya. “Ya sudah kalau tidak mau.” Ucap Alif mengkerucutkan bibirnya sambil memalingkan wajah kesembarang tempat.

“Hahaha..jangan tunjukkan ekspresi itu lagi. Aku tak bisa menahan tawaku jika melihatmu seperti itu.” Kata Hana sambil tertawa geli.

“Memangnya ada yang lucu?” seperti biasa, Alif memang selalu ketus saat berbicara dengan Hana. Tapi kali ini ada yang sedikit berbeda. Biasanya Alif menunjukkan wajah ngambeknya hanya pada orang – orang terdekatnya. Namun kali ini dia malah menunjukkannya pada Hana. Ntah memang karena Alif sudah mulai nyaman bersama Hana atau malah karena dia tidak sengaja menunjukkan hal itu.

“Hehe..lupakan. kau tidak lapar?” tanya Hana.

Alif mengedarkan pandangannya pada sekitarnya. “Emm..kita jangan makan disini.” Kata Alif sambil membenahi posisi topinya.

Setelah berjalan beberapa langkah, Alif membalikkan badannya karena merasa Hana tidak mengikutinya dari belakang. Dan benar saja, ternyata Hana malah berhenti pada sebuah toko accessories sambil memperhatikan sebuah jam tangan.

“Aish.. kau sedang apa?” ucap Alif kesal sambil menghampiri Hana yang masih serius melihat sebuah jam tangan yang ada dihadapannya.

“Ini berapa?” Hana mengabaikan Alif dan malah bertanya kepada SPG toko itu.

“375 ribu.” Kata SPG itu dengan ramah.

Hana mengetuk dagunya dengan jari telunjuknya seperti sedang berpikir. “hmm..Aku beli yang ini.” Setelah beberapa lama, akhirnya Hana pun memutuskan untuk membeli jam tangan berwarna biru yang memang sudah diperhatikannya sejak tadi.

“Baiklah.”

“ Tunggu..Tunggu...” Hana menahan SPG itu akan membawa jam tangannya. “Aku hanya ingin beli satu.” Ucap Hana lagi.

“Maaf mbak, ini adalah jam couple sehingga tidak bisa dibeli secara terpisah.”jelas SPG itu masih dengan ramahnya.

“Benarkah?” Hana kembali berpikir. Pada akhirnya Hana pun melihat ke arah Alif yang sedang tidak memperhatikan mereka karena sibuk menutupi wajahnya sendiri.

Hana memutuskan untuk membeli keduanya sebelum dia dan Alif akhirnya keluar dari mall itu dan menuju ke sebuah tempat makan. Mereka sama- sama merasa lapar  karena  hari memang sudah hampir sore. Namun anehnya, Alif malah membawa Hana ke sebuah cafe yang tempatnya terbuka dan tidak jauh dari mall tempat mereka berbelanja tadi.

“Kenapa kesini? Bukannya kau tidak mau makan di mall tadi karena takut ketahuan fans ataupun media?” tanya Hana setelah mereka memesan makanan dan memilih tempat duduk.

“Siapa bilang? Uang ku tidak cukup untuk makan di mall tadi makanya aku mengajakmu kesini.” Ucap Alif santai.

Hana sedikit menahan tawanya mendengar ucapan Alif yang benar – benar polos. Dikiranya Alif tidak mau makan di Mall tadi karena takut akan ada fans ataupun media yang mengenalinya. Sehingga akan menimbulkan gosip baru karena Alif sedang jalan berdua dengannya. Namun ternyata alasan Alif sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan Hana.

====****====

“Kita mau kemana?” Hana mengikuti Alif dari belakang. Ia mencoba mempercepat langkahnya agar bisa mensejajarkan tubuhnya dengan Alif, namun langkah Alif jauh lebih cepat darinya hingga membuatnya sedikit berlari.

“Tentu saja pulang. Kau tidak liat sebentar lagi akan malam?” kata Alif.

“Kenapa tidak naik taksi? Apa uangmu tidak cukup lagi?”

“Bukan begitu. Aku ingin kau mencoba naik busway. Sebelumnya kau tidak pernah naik itu kan?” Alif sengaja mencari alasan agar tidak terlalu malu kalau dia ketahuan telah kehabisan uang. Sedangkan Hana yang tidak mengerti maksud Alif pun hanya mengangguk mengiyakan. Sebelumnya dia memang tidak pernah menaiki busway karena di Medan ataupun Jepang tidak ada kendaraan yang semacam itu.

“Tunggu sebentar.” Hana menahan langkah Alif dengan menarik jacket berwarna merah hitam yang dikenakan Alif.

“Ada apa?”

Lagi – lagi Hana mengabaikan pertanyaan Alif. Hana malah menyerahkan kantong plastik belanjaan yang dipegangnya pada Alif lalu mencari sesuatu di dalam tas jinjingnya. Tanpa berkata apapun, Hana memakaikan jam tangan yang tadi dibelinya ke pergelangan tangan kiri Alif. Dia tersenyum puas saat mensejajarkan tangannya dan tangan Alif sehingga menampakkan jam couple yang sedang mereka pakai.

“Sangat cocok.” Ucap Hana dengan wajah yang berbinar.

“Apa ini? Aku tidak suka warnanya.” Alif meletakkan belanjaan mereka dan mencoba melepaskan jam tangan tersebut.

“Aish..pakai saja. Ini terlihat keren kok.” Bujuk Hana. Dia terus menahan tangan Alif agar tidak bisa membukanya.  Hana sangat berharap kalau kali ini Alif mau memakai barang pemberiannya.

“ Apanya yang keren? Sangat norak kalau kita pakai bersamaan seperti ini.”

“Itukan menurutmu. Ku mohon jangan dilepas ya? Kalau kau tidak suka, setidaknya, pakai lah hanya untuk malam ini saja.” Kata Hana.

=alif POV=

“Itukan menurutmu. Kumohon jangan dilepas ya? Kalau kau tidak suka, setidaknya, pakai lah hanya untuk malam ini saja.” Ucapnya sambil terus memohon padaku. aku tidak mengerti dengan apa yang ada di pikiran adik sepupu Bang Jeje ku ini. Kenapa dia menyuruhku memakai jam yang sama dengannya? Apa dia mau orang – orang mengira kalau kami ini berpacaran? Hah.. yang benar saja.

“Tidak mau. Ini memalukan.” Aku sengaja menepis tangannya dan cepat – cepat membuka jam tangan itu agar dia tidak bisa menahan ku lagi. Namun karena terburu – buru, tidak sengaja jam tangan itu malah terlempar ke tengah jalan.

“Jamnya..” ucap hana.

Tiba – tiba dia mendorong tubuhku hingga aku terjungkal kebelakang. Namun saat aku menoleh kearahnya dan bermaksud ingin marah, aku malah melihat sebuah mobil melaju dengan kencang kearahnya. Yang sialnya belum sempat aku mengejar, mobil itu sudah berhasil menabrak tubuh Hana hingga terpental beberapa meter dari tempatnya.

“Ha..Hana”  aku benar – benar terkejut dengan apa yang baru saja kulihat. Walaupun tubuhku bergetar dengan hebat, aku terus berusaha berlari secepat mungkin dan menghampiri Hana yang sudah terkulai lemas dengan berlumuran darah.

Entah sejak kapan orang – orang mulai berdatangan dan mengerubungi aku yang sudah meraih tubuh Hana lalu mendekapnya dengan sangat erat.

“Hana..Hana..” ucapku dengan suara yang bergetar karena menahan airmata yang sepertinya sudah mulai membasahi mataku. Aku mengguncang tubuhnya berharap dia membuka matanya dan mengatakan kalau dia baik  - baik saja. Namun aku sendiri tidak yakin, mana mungkin Hana baik – baik saja dengan kondisi yang seperti ini. Bajuku saja sudah sangat basah karena darahnya yang terus mengalir.

“Ja..jamnya tidak rusak.” Aku terhenyak saat mendengar suara Hana. Saat aku melihat kearahnya,Dia malah tersenyum sambil mengangkat sebelah tangannya dan menunjukkan jam tangan yang tadinya tidak sengaja terlempar hingga membuatnya seperti ini.
 
Dia bodoh atau sudah tidak waras? Bagaimana bisa dia mengorbankan nyawanya sendiri demi jam tangan ini? Apa nyawanya lebih murah ketimbang jam bodoh ini?

====**..TBC..**====

Tidak ada komentar:

Posting Komentar