Title : DISTURBANCE
Author : Min_Sera
Main Cast :
– Arthur
– Sera
( Author numpang eksis)
– Jeje
Support Cast : – Alif
– Yuna
(Imaginer)
– Firly
– Naya
(Imaginer)
Length :
2.792 words
Genre :
Romance, Sad, Friendship
Rating : PG-13
Summary : Terkadang lebih baik diam daripada
menjelaskan apa yang kau rasakan. Karena akan sangat menyakitkan ketika mereka
bisa mendengar namun tidak bisa mengerti.
A.N : Hai..hai.. mimin datang
membawa disturbance yang part 2 nya ni. * bicara ala malaikat maut.. =D Sebelumnya
makasih banyak ya buat reader yang udah RCL di part sebelumnya. Terlebih lagi
buat komen2 kalian yang bikin mimin makin bersemangat untuk nulis lanjutannya.
Dan harapan mimin, part 2 ini gak mengecewakan buat para reader yang udah sabar
nungguin. And the last words, Happy reading All !!
Part 2
Jeje
P.O.V
Aku
berjalan mengelilingi Mall ini dengan senyum yang terus melengkung di bibirku.
Walaupun aku hanya sendirian, namun hal itu tidak mempengaruhi hati ku yang over exited.
Rasanya Mall ini terlihat banyak berubah sejak terakhir kali aku mengunjunginya
3 tahun yang lalu. Distro – distro baru dengan produk yang lebih bagus sudah banyak bermunculan.
Aku tidak bisa menahan keinginanku untuk terus menyusuri setiap sudut Mall ini.
Aku yakin, satu hari tidak akan cukup untuk melihat – lihat seluruh
isi Mall ini. Aku juga tidak memperdulikan lagi jika tagihan kartu kreditku
akan meledak. Aku rasa inilah surga dunia itu. Surga bagi para sophaholic pastinya.
“Waahh
bajunya sangat bagus. Aku harus segera ke dalam” kataku kepada diriku sendiri.
Aku segera melangkah menuju pintu distro yang berisikan baju yang ku lihat
tadi. Aku tidak mau ada orang lain yang mengambil baju itu duluan. Walaupun
tanganku sudah di penuhi oleh paper bag
belanjaanku, tapi aku tak peduli. Aku bisa menyesal seumur hidup jika aku tidak
mendapatkannya.
Buuukkk..
Aku
merasa ada seseorang yang menabarak tubuhku sampai – sampai
paper bag yang ku pegang terlepas
dari genggamanku. Aku segera menangkap tangannya agar dia tidak terjatuh ke lantai.
“Kau tidak apa – apa?” tanyaku khawatir karena ia terus menundukkan wajahnya.
Namun dia tidak segera menjawab pertanyaanku yang membuatku semakin khawatir.
“Kenapa
kau lakukan ini padaku? Apa salahku padamu? Apa kurangku?” dia terus menanyakan
hal itu dengan nada tinggi disertain dengan isakan sambil terus memukul dadaku.
Hei, kau salah orang nona. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu karena kau
terus memukulku, padahal aku hanya tidak sengaja menabrakmu.
Aku
mulai merasakan sakit di dadaku karena pukulannya yang semakin kuat. Tapi
sebenarnya aku tidak terlalu mempermasalahkan itu. Aku lebih memikirkan orang – orang yang
sedang melihat ke arah kami.
“
Bisakah kau berhenti menangis. Orang –
orang
sedang melihat ke arah kita” Aku merasa malu dengan semua mata yang memandang ke arah ku dengan tatapan
merendahkan. Aku juga semakin panik karena bukan menghentikan kegiatannya dia
malah menangis semakin keras.
“Dasar
laki laki tidak berperasaan.”
“isshh..
kenapa dia bisa nyakiti wanita seperti itu”
“iya.
kelihatannya dia wanita yang baik”
“Betul.
Nangisnya aja sampe segitunya. Aku yakin pasti dia baru aja mutusin cewek itu”
“kalau
menurutku dia pasti baru ketahuan selingkuh dech”
Aku
mengedar kan pandangan dan
mengibas ngibaskan tanganku tanda aku tidak mengetahui apapun ke arah orang – orang yang mulai
mengeluarkan komentar –
komentar
yang aneh. ‘Hei, kalian tidak tau
kejadian yang sebenarnya. Aku bahkan tidak mengenal wanita ini. Dan aku tidak
sejahat itu’. Tapi kata –
kata
itu hanya bisa terlintas di pikiranku karena aku juga bingung bagaimana
menjelaskan itu semua pada mereka. Aku pasti sudah terlihat seperti orang bodoh
pada saat ini.
“Hentikan” aku menarik tangannya agar ia menghentikan
kegiatannya yang memukulku. Dapat kulihat wajahnya yang basah karena air mata. Dan
matanya. Mata itu seolah –
olah
mampu mengajakku turut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh pemiliknya. Hal
apa yang membuatnya sampai menangis seperti ini? Oh Tuhan.. aku bahkan tidak
bisa berfikir apapun sekarang.
“Kenapa?
Kenapa dia melakukan itu” suaranya seperti berbisik namun aku dapat
mendengarnya dengan jelas, karena ia mengucapkannya tepat di depan wajahku. Sepertinya
tubuhku mulai mengkhianati otak ku. Karena aku menariknya kedalam pelukanku
tanpa ada perintah dari otakku. Aku mengelus punggungnya dengan lembut. Jangan
tanya kenapa tiba tiba aku melakukan ini, yang ada di pikiran ku sekarang
adalah bagaimana cara agar dia lebih tenang.
Bisa
kurasakan guncangan pada tubuhnya ~akibat menahan tangis~ semakin berkurang.
Isakan – isakannya
yang terdengar kuat tadi kini tinggal isakan – isakan tanpa suara. Dia menarik
tubuhnya dari pelukannku dan kembali menatapku, kali ini dengan tatapan yang
penuh tanda tanya. Tanpa sadar aku segera mendorong tubuhnya.
“Jangan
salah paham. Aku hanya tidak bisa melihat wanita menangis didepanku.” Aku
mengatakan hal itu dengan gugup. Bisakah kau mengalihkan pandanganmu dari ku.
Aku tidak kuat jika kau menatapku seperti itu.
“maaf”
ucapnya lirih
“ehh..”
kulihat dia berjalan menjauhiku sebelum aku sempat menjawab kata maafnya.
####~~~~####~~~~####
Author
P.O.V
“Aiiihhh..
Kemana anak itu. Kenapa dia tidak menjawab panggilanku” kata alif menurunkan
tangannya yang memegang handphone dari telinga kirinya sambil menatap ke arah Yuna.
“Makanya
lain kali jangan terlalu fokus memikirkan dirimu sendiri. Kau tau kan? niat
awal kita kesini untuk menghibur Sera. Bukannya menemanimu berbelanja” kali ini
Yuna yang bicara panjang lebar.
“Baiklah
aku salah.” Aku alif. Dia sadar bahwa dia memang telah mengabaikan keberadaan
sera sedari tadi. Alif kembali mendekatkan handphone ke telinganya setelah
sebelumnya menekan nomor Sera, berharap bahwa Sera akan menjawab panggilan
darinya. Namun wajah Alif seketika berubah menjadi datar ketika ia melihat
seseorang.
“Alif.
Ada apa denganmu?” Alif tidak menjawab pertanyaan dari Yuna. Dia masih terus
meyakinkan dirinya jika dia tidak salah lihat. Karena tak ada respon dari Alif,
Yuna segera mengalihkan pandangannya ke arah tatapan Alif. Yuna membelalakkan
matanya ketika menyadari siapa yang dia lihat.
“Ini
tidak bisa dibiarkan” ujar Alif sambil berjalan ke arah Arthur. Namun yuna
segera menghentikan langkah Alif dengan menarik tangannya.
“Jangan
terburu – buru
dalam mengambil keputusan. Kita harus tau dulu apa yang terjadi sebenarnya” bujuk
yuna berusaha menenangkan Alif.
“Apa
yang perlu kita ketahui? Dari awal juga aku sudah tau kalau dia tidak sungguh
sungguh menyukai Sera.” Alif menatap
tajam ke arah Yuna
“Kalau
Arthur tidak menyukai Sera, Lalu menururtmu apa alasan Arthur mau jadian dengan
Sera?” Yuna tetap berbicara dengan tenang. Sebenarnya dia juga marah dengan apa
yang dia lihat, namun semua ini dia lakukan agar amarah Alif tidak semakin
memuncak. Dia sudah sangat mengenal sifat alif yang tidak bisa mengontrol diri
ketika marah.
“Itu
juga yang aku tidak tau” Jawab Alif sambil menundukkan wajahnya.”Apapun alasan
Arthur mau jadian dengan sera, aku sudah tidak peduli. Yang aku tau saat ini,
dia punya alasan yang kuat untuk melepaskan Sera” Alif tetap pada keputusannya
untuk menemui Arthur.
“
Ya sera.. kau dimana sekarang? ... Kau kenapa?... Sera..Sera..”
Awalnya
Alif ingin berjalan ke arah Arthur, namun setelah ia mendengar kata – kata Yuna yang
sepertinya sedang berbicara dengan Sera melalui telfon, Alif segera
menghentikan langkahnya. “Dimana dia sekarang? Apa yang terjadi padanya? Kenapa
kau tidak menjawab pertanyaanku?” Alif bertanya sambil mengguncang – guncang tubuh Yuna.
“Bagaimana
aku bisa menjawab pertanyaanmu jika kau tidak memberikan ku waktu, Alif?” Yuna
segera menepis tangan Alif yang masih memegang pundaknya.”Tenangkan dirimu
dulu. Setelah itu aku akan memberitau dimana sera sekarang” sekarang gantian
Yuna yang memegang pundak alif.
Sekilas
Alif melihat ke arah dimana Arthur tadi berada. Namun sepertinya Arthur dan
wanita yang bersamanya telah pergi dari tempat itu. Alif menarik nafasnya dalam
– dalam
untuk menenangkan pikirannya. “Baiklah, dimana Sera?” Alif segera bertanya
ketika ia merasa pikirannya agak sedikit tenang.
“Dia
sudah pulang, katanya dia kurang enak badan tadi. Dia merasa tidak enak jika
mengatakan hal itu, karena dia takut akan mengganggu kegiatan belanja kita”
jelas Yuna panjang lebar.
“Terus
kenapa tadi kau berbicara dengan nada panik?” Alif agak mengernyitkan dahinya.
“Nggak
papa. Aku hanya ingin membuatmu khawatir dan segera menghentikan aksi nekat
yang akan kau lakukan. Dan terbukti, aku berhasil kan?” Yuna tersenyum puas
seolah –
olah dia baru saja melakukan hal yang luar biasa.
“Itu
tidak lucu Yuna” gerutu Alif sambil melangkahkan kakinya menjauh dari Yuna.
Yuna
hanya tersenyum melihat tingkah Alif yang mudah mengganti ekspresi di wajahnya.
Kau akan mudah melihat dia mengganti ekspresi bahkan dalam satu detik. Seperti
tadi contohnya, kau bisa melihatnya panik, lalu ekspresi datar, marah, khawatir,
tenang dan terakhir dia menunjukkan ekspresi ngambeknya. Tanpa sadar Yuna
memegang dadanya yang sedari tadi tidak bisa berhenti bergemuruh. Senyumnya
juga mulai memudar, ia tidak tau sejak kapan perasaannya yang mengganggap Alif
sebagai sahabat telah berubah menjadi cinta. Namun sejauh ini ia masih mampu
membendung semua itu. Demi persahabatan yang sudah mereka jalin lama.
~~~~####~~~~####~~~~####~~~~
@
sera’s home
Sera
memandang keluar jendela kamarnya. Langit terlihat sangat cerah. Bintang – bintang seolah
mengerdipkan matanya, begitu juga dengan rembulan yang tersenyum sangat lebar
kearahnya. Kini Sera sudah mampu mengontrol emosinya yang sempat tidak
terkendali setelah melihat adegan yang tidak layak dilihatnya tadi. Sera
berniat untuk berbaring di tempat tidurnya sebelum ia mendengar ada yang
memencet bel apartemennya berkali – kali. Bibir sera langsung melengkungkan
sebuah senyuman, dia sudah tau persis siapa orang yang memencet bel seperti
itu.
Sera
melangkahkan kakinya santai menuju ke arah pintu. Dan benar saja apa yang ada
di pikirannya. yang memencet bel itu tidak lain adalah Alif.
“Kenapa
kau lama sekali membuka pintunya? Apa kau tidak tau betapa khawatirnya kami
akan keadaanmu? Tadi kami sempat berpikir kalau kau itu pingsan” Alif segera
mengomel kepada Sera setelah Sera membuka pintu. Sera hanya bisa tersenyum,
sedang Yuna menggelengkan kepalanya.“Kenapa kau hanya tersenyum? Jawab
pertanyaanku” Alif kembali bertanya pada Sera.
“Iya
Alif. Kalian bisa masuk dulu. Tidak enak jika kita berbicara di depan pintu
seperti ini”Sera mempersilahkan mereka berdua masuk.
“Mengapa
kau tidak menjawab panggilan kami tadi?” tanya yuna dengan nada yang lebih
tenang dari Alif. Sementara mereka mengambil posisi duduk di sofa, Sera
berjalan menuju dapur yang tidak jauh dari ruang tamu untuk mengambilkan mereka
minum.
“Benar.
Kau tidak tau betapa khawatirnya kami tadi.” Sela Alif bahkan sebelum Sera
menjawab pertanyaan dari Yuna.
“Bisakah
kau merubah kebiasaan tak sabaran mu itu? Biarkan Sera menjawab semua pertanyaan
kita satu persatu” ujar Yuna sedikit emosi karena tingkah Alif yang sering
tidak bisa mengontrol emosi.
“Okey.
Aku mengerti” ucap Alif sambil mengerucutkan bibirnya.
“hahaha..
aku heran dengan kalian. Bagaimana kalian bisa terus bertengkar seperti itu?”
Tanya Sera sambil meletakkan nampan yang berisikan air minum di atas meja.
“Seharusnya
kau bertanya pada temanmu itu” Yuna menunjuk Alif menggunakan bibirnya.
“Aku?
Seharusnya Sera bertanya padamu. Kau yang selalu memulai pertengkaran” bela
Alif tak terima dengan ucapan Yuna.
Sera
hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dia benar –benar heran
dengan tingkah kedua temannya yang terkadang seperti anak kecil. Padahal mereka
sudah kuliah di tingkat 3. Tapi pertengkaran inilah yang membuat persahabatan
mereka semakin erat. Mungkin jika tidak ada hal yang seperti ini, semuanya akan
membosankan.
“Apa
kalian butuh wasit? Kalau iya, aku bersedia jadi wasit untuk menjaga fair play dalam pertengkaran kalian”
sela Sera di tengah tengah adu mulut Alif dan Yuna. Sedangkan Alif dan Yuna
hanya dapat saling menatap beberapa saat. Namun mereka langsung memalingkan
wajah setelah mereka sadar kalau mereka sedang bertengkar.
“Baiklah.
Sekarang kau tidak perlu menjawab pertanyaan – pertanyaan kami tadi. Ada hal
penting yang ingin aku sampaikan.” Alif sudah memasang muka serius. Kalau sudah
begitu tidak ada satu orangpun yang bisa mengajaknya bercanda lagi. Walaupun
dia sering melakukan hal –
hal
konyol, tapi ia akan sangat menyeramkan ketika ia marah.
“Mengenai
apa?” tanya sera singkat
“Tadi
ketika di Mall, aku melihat Arthur...” Alif segera menghentikan ucapannya
ketika ia merasakan kakinya diinjak oleh Yuna. “Kenapa kau melakukan itu?” Alif
memandang geram ke arah Yuna.
“Sudah
lah, Yuna. Biar kan Alif mengatakan apa yang ingin dia katakan” kali ini Sera segera mengambil
peran. Kalau dibiarkan, Sera sangat yakin kalau mereka bisa bertengkar serius
setelah ini.
“Kami
melihat Arthur berselingkuh dengan wanita lain” kata Alif dengan gamblang. Yuna
hanya menundukkan wajahnya. Ia tidak berani membayangkan reaksi apa yang akan
ditunjukkan oleh sera.
“Aku
sudah tau.” Kata sera dengan suara datar. Yuna segera mengangkat wajahnya dan
menatap Sera tidak percaya. Begitu juga dengan Alif. Mereka bingung bagaimana
caranya Sera tetap bisa tenang seolah –
olah
tidak ada yang terjadi.
“Terus.
Apa yang akan kau lakukan?” sekarang Yuna yang bertanya kepada Sera
“Aku
akan berpura – pura
seolah tidak terjadi apapun” jawab Sera
dengan senyuman yang turut menghiasi bibirnya.
“APA
KAU GILA?” bentak Alif sambil menggebrak meja yang ada di depannya. Sera dan
Yuna langsung melihat ke arah Alif. Dada Alif terlihat naik turun menahan emosi yang sudah sampai ke
puncak kepalanya. Sera tau bahwa Alif akan marah dengan keputusannya, tapi dia
tidak tau kalau Alif akan semarah ini
“Aku
yakin Arthur pasti punya alasan untuk semua ini. Lagi pula kita tidak tau siapa
wanita itu kan?” Sera masih menunjukkan wajah datarnya.
“Lakukan
apa yang ingin kau lakukan. Mulai sekarang aku tidak akan pernah ikut campur ke
dalam urusanmu lagi” Alif langsung pergi meninggalkan Sera dan Yuna. Dia takut
kalau dia tidak bisa menahan emosinya jika terus berada di ruangan ini bersama
mereka. Yuna terus menatap kepergian Alif tanpa bisa berbuat apa – apa. Lain halnya
dengan Sera yang hanya bisa menundukkan wajahnya.
“Aku
tau ini hal yang sulit bagimu. Aku akan mendukung apapun yang akan kau lakukan.
Tapi jika kau benar –
benar
tak kuat menahan semua ini sendiri. Ingatlah, kau masih memiliki kami” ucap Yuna
penuh kasih sayang terhadap Sera.
“Terima
kasih karena kau masih mau jadi sahabatku, Yuna” ucap Sera lirih. Ia bersyukur,
karena ia masih memiliki orang yang peduli terhadapnya.
“Iya.
Kalau begitu aku pulang dulu. Ini sudah malam. Jangan tidur terlalu lama. Okey”
pamit Yuna.
“Baiklah,
begitu juga denganmu. Hati – hati lah di jalan. Malam hari sangat berbahaya
bagi gadis cantik sepertimu”
“Hahahaha..
kau bisa saja Sera. Good night”
“Good
night” Sera mengantar Yuna sampai depan pintu apartemennya. Pikirannya semakin
kacau sekarang. Apa yang bisa dia lakukan agar Alif bisa memaafkannya nanti.
Dia tidak pernah melihat Alif semarah ini selama mereka berteman.
~~~~####~~~~####~~~~
Arthur
menyalakan lampu ketika ia sudah masuk ke dalam kamar. Namun ia sedikit
terkejut saat melihat firly telah duduk di atas ranjangnya dengan ekspresi
wajah yang susah di tebak. Namun Arthur tidak memperdulikan keberadaan Firly,
ia langsung menuju lemari dan mengambil satu pakaian yang ada di dalamnya.
“Apa
yang kau lakukan di Mall tadi?” tanya Firly to
the point.
“Hanya
berbelanja.” Arthur melepas kemeja yang ia gunakan dan menggantinya dengan
pakaian yang lebih santai.
“Kenapa
kau bisa bersama dengan Naya?” Firly terus bertanya seperti polisi yang
mengintrogasi seorang pencuri.
“Sebenarnya
kemana arah pembicaraan ini? Harusnya kau langsung ke pokok pembicaraan. Jangan
berbelit seperti ini.” Ucap Arthur datar. Firly adalah room mate Arthur. Mereka mulai dekat semenjak SMA. Selain mereka
berada di kelas yang sama, mereka juga sama – sama bergabung di tim basket
sekolah pada saat itu. Persahabatan mereka terus berlanjut karena sekarangpun
mereka berada di kampus yang sama.
“Kenapa
kau berselingkuh?”
“Aku
tidak berselingkuh”
“Jadi
apa namanya jika kau berkencan dengan wanita lain yang bukan pacarmu?”Firly
mulai meninggikan suaranya.
“Itu
bukan urusanmu” jawab Arthur ~lagi –
lagi~
dengan nada datar sambil berbalik
membelakangi Firly.
Firly
membalikkan badan Arthur kembali ke arahnya “Jelas itu adalah urusanku. Sera itu sepupuku,
Arthur. Kau lupa kau bisa dekat dengannya karena siapa? Jelaskan alasan yang
logis kenapa kau bisa melakukan ini padanya?” Firly berkata dengan penekanan di
setiap akhir kalimatnya.
“Aku
bosan”
Jawaban
singkat dari Arthur cukup membuat Firly naik darah “KAU BILANG APA?” Firly
berteriak sambil menarik kerah baju Arthur “Bagaimana bisa kau bilang kau bosan
padanya, padahal dia tidak pernah sekalipun merasa bosan saat kau menyakitinya?”
Firly sudah tidak sanggup mengontrol emosinya yang ia tahan sejak tadi.
“Iya.
Aku memang bosan padanya. Aku bosan dengan sikapnya yang selalu perhatian
padaku. Aku bosan karena dia terlalu mencintaiku. Aku bosan karena dia selalu
ada bersamaku. Aku bosan karena dia tidak memberiku kesempatan untuk
merindukannya. Aku bosan karena dia tidak membiarkanku merasa membutuhkannya. Dan
aku bosan karena dia tidak pernah membuatku takut untuk kehilangannya. Apa
alasan ku sudah cukup logis?” jelas Arthur dengan nada yang cukup tinggi.
Firly
mendorong tubuh Arthur ke tembok sambil mengepalkan tangannya dan bersiap
melayangkan pukulan ke wajah Arthur. Arthur segera menutup matanya. Ia sudah
siap menerima pukulan –
pukulan yang akan di berikan oleh Firly. Namun setelah berberapa saat, Arthur
tidak juga merasakan pukulan itu. Malah ia merasa bahwa Firly semakin
merenggangkan cengkraman di kerah bajunya. Arthur memberanikan diri untuk
membuka mata memastikan alasan Firly yang tidak juga memukulnya.
“Jangan
sakiti dia lebih dari ini. Lepaskan dia kalau kau benar – benar sudah bosan
padanya” saran Firly sambil membalikkan tubuhnya dan keluar dari kamar Arthur.
Arthur
menjatuhkan tubuhnya secara kasar ke atas ranjang sambil mengacak rambutnya
frustasi. Tanpa sadar Arthur mengambil Handphone yang berada di saku celananya,
lalu memperhatikan foto yang menjadi wallpapernya. Sebuah foto yang sama dengan
wallpaper di handphone Sera. Tiba – tiba saja perkataan Firly kembali terlintas
di pikirannya. Sekarang ia sangat bingung dengan apa yang harus ia lakukan.
Apakah ia harus mempertahankan hubungannya dengan Sera. Atau ia harus
mengakhirinya sekarang juga?
“Baiklah.
Aku rasa ini adalah keputusan yang terbaik. Aku tidak bisa terus menyakitinya
seperti ini” ucap Arthur pada dirinya sendiri sambil mencari nama Sera dan
segera menekan tombol dial di handphone nya.
TBC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar