Minggu, 18 Agustus 2013

DISTURBANCE Part 2

Title                :  DISTURBANCE
Author           :  Min_Sera
Main Cast      :   Arthur
    Sera ( Author numpang eksis)
    Jeje
Support Cast :   Alif
    Yuna (Imaginer)
    Firly
    Naya (Imaginer)
Length            : 2.792 words
Genre             : Romance, Sad, Friendship
Rating            :  PG-13
Summary       : Terkadang lebih baik diam daripada menjelaskan apa yang kau rasakan. Karena akan sangat menyakitkan ketika mereka bisa mendengar namun tidak bisa mengerti.
A.N                 : Hai..hai.. mimin datang membawa disturbance yang part 2 nya ni. * bicara ala malaikat maut.. =D Sebelumnya makasih banyak ya buat reader yang udah RCL di part sebelumnya. Terlebih lagi buat komen2 kalian yang bikin mimin makin bersemangat untuk nulis lanjutannya. Dan harapan mimin, part 2 ini gak mengecewakan buat para reader yang udah sabar nungguin. And the last words, Happy reading All !!



Part 2
Jeje P.O.V
Aku berjalan mengelilingi Mall ini dengan senyum yang terus melengkung di bibirku. Walaupun aku hanya sendirian, namun hal itu tidak mempengaruhi hati ku yang over exited. Rasanya Mall ini terlihat banyak berubah sejak terakhir kali aku mengunjunginya 3 tahun yang lalu. Distro – distro baru dengan produk  yang lebih bagus sudah banyak bermunculan. Aku tidak bisa menahan keinginanku untuk terus menyusuri setiap sudut Mall ini. Aku yakin, satu hari tidak akan cukup untuk melihat lihat seluruh isi Mall ini. Aku juga tidak memperdulikan lagi jika tagihan kartu kreditku akan meledak. Aku rasa inilah surga dunia itu. Surga bagi para sophaholic pastinya.

“Waahh bajunya sangat bagus. Aku harus segera ke dalam” kataku kepada diriku sendiri. Aku segera melangkah menuju pintu distro yang berisikan baju yang ku lihat tadi. Aku tidak mau ada orang lain yang mengambil baju itu duluan. Walaupun tanganku sudah di penuhi oleh paper bag belanjaanku, tapi aku tak peduli. Aku bisa menyesal seumur hidup jika aku tidak mendapatkannya.

Buuukkk..

Aku merasa ada seseorang yang menabarak tubuhku sampai – sampai paper bag yang ku pegang terlepas dari genggamanku. Aku segera menangkap tangannya agar dia tidak terjatuh ke lantai. “Kau tidak apa – apa?” tanyaku khawatir karena ia terus menundukkan wajahnya. Namun dia tidak segera menjawab pertanyaanku yang membuatku semakin khawatir.

“Kenapa kau lakukan ini padaku? Apa salahku padamu? Apa kurangku?” dia terus menanyakan hal itu dengan nada tinggi disertain dengan isakan sambil terus memukul dadaku. Hei, kau salah orang nona. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu karena kau terus memukulku, padahal aku hanya tidak sengaja menabrakmu.

Aku mulai merasakan sakit di dadaku karena pukulannya yang semakin kuat. Tapi sebenarnya aku tidak terlalu mempermasalahkan itu. Aku lebih memikirkan orang orang yang sedang melihat ke arah kami.

“ Bisakah kau berhenti menangis. Orang orang sedang melihat ke arah kita” Aku merasa malu dengan semua mata  yang memandang ke arah ku dengan tatapan merendahkan. Aku juga semakin panik karena bukan menghentikan kegiatannya dia malah menangis semakin keras.

“Dasar laki laki tidak berperasaan.”

“isshh.. kenapa dia bisa nyakiti wanita seperti itu”

“iya. kelihatannya dia wanita yang baik”

“Betul. Nangisnya aja sampe segitunya. Aku yakin pasti dia baru aja mutusin cewek itu”

“kalau menurutku dia pasti baru ketahuan selingkuh dech”

Aku mengedar            kan pandangan dan mengibas ngibaskan tanganku tanda aku tidak mengetahui apapun ke arah orang orang yang mulai mengeluarkan komentar komentar yang aneh. ‘Hei, kalian tidak tau kejadian yang sebenarnya. Aku bahkan tidak mengenal wanita ini. Dan aku tidak sejahat itu’. Tapi kata kata itu hanya bisa terlintas di pikiranku karena aku juga bingung bagaimana menjelaskan itu semua pada mereka. Aku pasti sudah terlihat seperti orang bodoh pada saat ini.

“Hentikan”  aku menarik tangannya agar ia menghentikan kegiatannya yang memukulku. Dapat kulihat wajahnya yang basah karena air mata. Dan matanya. Mata itu seolah olah mampu mengajakku turut merasakan kesedihan yang dirasakan oleh pemiliknya. Hal apa yang membuatnya sampai menangis seperti ini? Oh Tuhan.. aku bahkan tidak bisa berfikir apapun sekarang.

“Kenapa? Kenapa dia melakukan itu” suaranya seperti berbisik namun aku dapat mendengarnya dengan jelas, karena ia mengucapkannya tepat di depan wajahku. Sepertinya tubuhku mulai mengkhianati otak ku. Karena aku menariknya kedalam pelukanku tanpa ada perintah dari otakku. Aku mengelus punggungnya dengan lembut. Jangan tanya kenapa tiba tiba aku melakukan ini, yang ada di pikiran ku sekarang adalah bagaimana cara agar dia lebih tenang.

Bisa kurasakan guncangan pada tubuhnya ~akibat menahan tangis~ semakin berkurang. Isakan isakannya yang terdengar kuat tadi kini tinggal isakan isakan tanpa suara. Dia menarik tubuhnya dari pelukannku dan kembali menatapku, kali ini dengan tatapan yang penuh tanda tanya. Tanpa sadar aku segera mendorong tubuhnya.

“Jangan salah paham. Aku hanya tidak bisa melihat wanita menangis didepanku.” Aku mengatakan hal itu dengan gugup. Bisakah kau mengalihkan pandanganmu dari ku. Aku tidak kuat jika kau menatapku seperti itu.

“maaf” ucapnya lirih

“ehh..” kulihat dia berjalan menjauhiku sebelum aku sempat menjawab kata maafnya.

####~~~~####~~~~####

Author P.O.V

“Aiiihhh.. Kemana anak itu. Kenapa dia tidak menjawab panggilanku” kata alif menurunkan tangannya yang memegang handphone dari telinga kirinya sambil menatap ke arah Yuna.

“Makanya lain kali jangan terlalu fokus memikirkan dirimu sendiri. Kau tau kan? niat awal kita kesini untuk menghibur Sera. Bukannya menemanimu berbelanja” kali ini Yuna yang  bicara panjang lebar.

“Baiklah aku salah.” Aku alif. Dia sadar bahwa dia memang telah mengabaikan keberadaan sera sedari tadi. Alif kembali mendekatkan handphone ke telinganya setelah sebelumnya menekan nomor Sera, berharap bahwa Sera akan menjawab panggilan darinya. Namun wajah Alif seketika berubah menjadi datar ketika ia melihat seseorang.

“Alif. Ada apa denganmu?” Alif tidak menjawab pertanyaan dari Yuna. Dia masih terus meyakinkan dirinya jika dia tidak salah lihat. Karena tak ada respon dari Alif, Yuna segera mengalihkan pandangannya ke arah tatapan Alif. Yuna membelalakkan matanya ketika menyadari siapa yang dia lihat.

“Ini tidak bisa dibiarkan” ujar Alif sambil berjalan ke arah Arthur. Namun yuna segera menghentikan langkah Alif dengan menarik tangannya.

“Jangan terburu buru dalam mengambil keputusan. Kita harus tau dulu apa yang terjadi sebenarnya” bujuk yuna berusaha menenangkan Alif.

“Apa yang perlu kita ketahui? Dari awal juga aku sudah tau kalau dia tidak sungguh sungguh menyukai Sera.”  Alif menatap tajam ke arah Yuna

“Kalau Arthur tidak menyukai Sera, Lalu menururtmu apa alasan Arthur mau jadian dengan Sera?” Yuna tetap berbicara dengan tenang. Sebenarnya dia juga marah dengan apa yang dia lihat, namun semua ini dia lakukan agar amarah Alif tidak semakin memuncak. Dia sudah sangat mengenal sifat alif yang tidak bisa mengontrol diri ketika marah.

“Itu juga yang aku tidak tau” Jawab Alif sambil menundukkan wajahnya.”Apapun alasan Arthur mau jadian dengan sera, aku sudah tidak peduli. Yang aku tau saat ini, dia punya alasan yang kuat untuk melepaskan Sera” Alif tetap pada keputusannya untuk menemui Arthur.

“ Ya sera.. kau dimana sekarang? ... Kau kenapa?... Sera..Sera..”

Awalnya Alif ingin berjalan ke arah Arthur, namun setelah ia mendengar kata kata Yuna yang sepertinya sedang berbicara dengan Sera melalui telfon, Alif segera menghentikan langkahnya. “Dimana dia sekarang? Apa yang terjadi padanya? Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku?” Alif bertanya sambil mengguncang guncang tubuh Yuna. 

“Bagaimana aku bisa menjawab pertanyaanmu jika kau tidak memberikan ku waktu, Alif?” Yuna segera menepis tangan Alif yang masih memegang pundaknya.”Tenangkan dirimu dulu. Setelah itu aku akan memberitau dimana sera sekarang” sekarang gantian Yuna yang memegang pundak alif.

Sekilas Alif melihat ke arah dimana Arthur tadi berada. Namun sepertinya Arthur dan wanita yang bersamanya telah pergi dari tempat itu. Alif menarik nafasnya dalam dalam untuk menenangkan pikirannya. “Baiklah, dimana Sera?” Alif segera bertanya ketika ia merasa pikirannya agak sedikit tenang.

“Dia sudah pulang, katanya dia kurang enak badan tadi. Dia merasa tidak enak jika mengatakan hal itu, karena dia takut akan mengganggu kegiatan belanja kita” jelas Yuna panjang lebar.

“Terus kenapa tadi kau berbicara dengan nada panik?” Alif agak mengernyitkan dahinya.

“Nggak papa. Aku hanya ingin membuatmu khawatir dan segera menghentikan aksi nekat yang akan kau lakukan. Dan terbukti, aku berhasil kan?” Yuna tersenyum puas seolah olah dia baru saja melakukan hal yang luar biasa.

“Itu tidak lucu Yuna” gerutu Alif sambil melangkahkan kakinya menjauh dari Yuna.

Yuna hanya tersenyum melihat tingkah Alif yang mudah mengganti ekspresi di wajahnya. Kau akan mudah melihat dia mengganti ekspresi bahkan dalam satu detik. Seperti tadi contohnya, kau bisa melihatnya panik, lalu ekspresi datar, marah, khawatir, tenang dan terakhir dia menunjukkan ekspresi ngambeknya. Tanpa sadar Yuna memegang dadanya yang sedari tadi tidak bisa berhenti bergemuruh. Senyumnya juga mulai memudar, ia tidak tau sejak kapan perasaannya yang mengganggap Alif sebagai sahabat telah berubah menjadi cinta. Namun sejauh ini ia masih mampu membendung semua itu. Demi persahabatan yang sudah mereka jalin lama.
~~~~####~~~~####~~~~####~~~~
@ sera’s home

Sera memandang keluar jendela kamarnya. Langit terlihat sangat cerah. Bintang bintang seolah mengerdipkan matanya, begitu juga dengan rembulan yang tersenyum sangat lebar kearahnya. Kini Sera sudah mampu mengontrol emosinya yang sempat tidak terkendali setelah melihat adegan yang tidak layak dilihatnya tadi. Sera berniat untuk berbaring di tempat tidurnya sebelum ia mendengar ada yang memencet bel apartemennya berkali – kali. Bibir sera langsung melengkungkan sebuah senyuman, dia sudah tau persis siapa orang yang memencet bel seperti itu.

Sera melangkahkan kakinya santai menuju ke arah pintu. Dan benar saja apa yang ada di pikirannya. yang memencet bel itu tidak lain adalah Alif.

“Kenapa kau lama sekali membuka pintunya? Apa kau tidak tau betapa khawatirnya kami akan keadaanmu? Tadi kami sempat berpikir kalau kau itu pingsan” Alif segera mengomel kepada Sera setelah Sera membuka pintu. Sera hanya bisa tersenyum, sedang Yuna menggelengkan kepalanya.“Kenapa kau hanya tersenyum? Jawab pertanyaanku” Alif kembali bertanya pada Sera.

“Iya Alif. Kalian bisa masuk dulu. Tidak enak jika kita berbicara di depan pintu seperti ini”Sera mempersilahkan mereka berdua masuk.

“Mengapa kau tidak menjawab panggilan kami tadi?” tanya yuna dengan nada yang lebih tenang dari Alif. Sementara mereka mengambil posisi duduk di sofa, Sera berjalan menuju dapur yang tidak jauh dari ruang tamu untuk mengambilkan mereka minum.

“Benar. Kau tidak tau betapa khawatirnya kami tadi.” Sela Alif bahkan sebelum Sera menjawab pertanyaan dari Yuna.

“Bisakah kau merubah kebiasaan tak sabaran mu itu? Biarkan Sera menjawab semua pertanyaan kita satu persatu” ujar Yuna sedikit emosi karena tingkah Alif yang sering tidak bisa mengontrol emosi.

“Okey. Aku mengerti” ucap Alif sambil mengerucutkan bibirnya.

“hahaha.. aku heran dengan kalian. Bagaimana kalian bisa terus bertengkar seperti itu?” Tanya Sera sambil meletakkan nampan yang berisikan air minum di atas meja.

“Seharusnya kau bertanya pada temanmu itu” Yuna menunjuk Alif menggunakan bibirnya.

“Aku? Seharusnya Sera bertanya padamu. Kau yang selalu memulai pertengkaran” bela Alif tak terima dengan ucapan Yuna.

Sera hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dia benar benar heran dengan tingkah kedua temannya yang terkadang seperti anak kecil. Padahal mereka sudah kuliah di tingkat 3. Tapi pertengkaran inilah yang membuat persahabatan mereka semakin erat. Mungkin jika tidak ada hal yang seperti ini, semuanya akan membosankan.

“Apa kalian butuh wasit? Kalau iya, aku bersedia jadi wasit untuk menjaga fair play dalam pertengkaran kalian” sela Sera di tengah tengah adu mulut Alif dan Yuna. Sedangkan Alif dan Yuna hanya dapat saling menatap beberapa saat. Namun mereka langsung memalingkan wajah setelah mereka sadar kalau mereka sedang bertengkar.

“Baiklah. Sekarang kau tidak perlu menjawab pertanyaan pertanyaan kami tadi. Ada hal penting yang ingin aku sampaikan.” Alif sudah memasang muka serius. Kalau sudah begitu tidak ada satu orangpun yang bisa mengajaknya bercanda lagi. Walaupun dia sering melakukan hal hal konyol, tapi ia akan sangat menyeramkan ketika ia marah.

“Mengenai apa?” tanya sera singkat

“Tadi ketika di Mall, aku melihat Arthur...” Alif segera menghentikan ucapannya ketika ia merasakan kakinya diinjak oleh Yuna. “Kenapa kau melakukan itu?” Alif memandang geram ke arah Yuna.

“Sudah lah, Yuna. Biar kan Alif mengatakan apa yang ingin  dia katakan” kali ini Sera segera mengambil peran. Kalau dibiarkan, Sera sangat yakin kalau mereka bisa bertengkar serius setelah ini.

“Kami melihat Arthur berselingkuh dengan wanita lain” kata Alif dengan gamblang. Yuna hanya menundukkan wajahnya. Ia tidak berani membayangkan reaksi apa yang akan ditunjukkan oleh sera.

“Aku sudah tau.” Kata sera dengan suara datar. Yuna segera mengangkat wajahnya dan menatap Sera tidak percaya. Begitu juga dengan Alif. Mereka bingung bagaimana caranya Sera tetap bisa tenang seolah olah tidak ada yang terjadi.

“Terus. Apa yang akan kau lakukan?” sekarang Yuna yang bertanya kepada Sera

“Aku akan berpura pura seolah tidak terjadi apapun”  jawab Sera dengan senyuman yang turut menghiasi bibirnya.

“APA KAU GILA?” bentak Alif sambil menggebrak meja yang ada di depannya. Sera dan Yuna langsung melihat ke arah Alif. Dada Alif terlihat  naik turun menahan emosi yang sudah sampai ke puncak kepalanya. Sera tau bahwa Alif akan marah dengan keputusannya, tapi dia tidak tau kalau Alif akan semarah ini

“Aku yakin Arthur pasti punya alasan untuk semua ini. Lagi pula kita tidak tau siapa wanita itu kan?” Sera masih menunjukkan wajah datarnya.

“Lakukan apa yang ingin kau lakukan. Mulai sekarang aku tidak akan pernah ikut campur ke dalam urusanmu lagi” Alif langsung pergi meninggalkan Sera dan Yuna. Dia takut kalau dia tidak bisa menahan emosinya jika terus berada di ruangan ini bersama mereka. Yuna terus menatap kepergian Alif tanpa bisa berbuat apa apa. Lain halnya dengan Sera yang hanya bisa menundukkan wajahnya.

“Aku tau ini hal yang sulit bagimu. Aku akan mendukung apapun yang akan kau lakukan. Tapi jika kau benar benar tak kuat menahan semua ini sendiri. Ingatlah, kau masih memiliki kami” ucap Yuna penuh kasih sayang terhadap Sera.

“Terima kasih karena kau masih mau jadi sahabatku, Yuna” ucap Sera lirih. Ia bersyukur, karena ia masih memiliki orang yang peduli terhadapnya.

“Iya. Kalau begitu aku pulang dulu. Ini sudah malam. Jangan tidur terlalu lama. Okey” pamit Yuna.

“Baiklah, begitu juga denganmu. Hati – hati lah di jalan. Malam hari sangat berbahaya bagi gadis cantik sepertimu”

“Hahahaha.. kau bisa saja Sera. Good night”

“Good night” Sera mengantar Yuna sampai depan pintu apartemennya. Pikirannya semakin kacau sekarang. Apa yang bisa dia lakukan agar Alif bisa memaafkannya nanti. Dia tidak pernah melihat Alif semarah ini selama mereka berteman.

~~~~####~~~~####~~~~

Arthur menyalakan lampu ketika ia sudah masuk ke dalam kamar. Namun ia sedikit terkejut saat melihat firly telah duduk di atas ranjangnya dengan ekspresi wajah yang susah di tebak. Namun Arthur tidak memperdulikan keberadaan Firly, ia langsung menuju lemari dan mengambil satu pakaian yang ada di dalamnya.

“Apa yang kau lakukan di Mall tadi?” tanya Firly to the point.

“Hanya berbelanja.” Arthur melepas kemeja yang ia gunakan dan menggantinya dengan pakaian yang lebih santai.

“Kenapa kau bisa bersama dengan Naya?” Firly terus bertanya seperti polisi yang mengintrogasi seorang pencuri.

“Sebenarnya kemana arah pembicaraan ini? Harusnya kau langsung ke pokok pembicaraan. Jangan berbelit seperti ini.” Ucap Arthur datar. Firly adalah room mate Arthur. Mereka mulai dekat semenjak SMA. Selain mereka berada di kelas yang sama, mereka juga sama sama bergabung di tim basket sekolah pada saat itu. Persahabatan mereka terus berlanjut karena sekarangpun mereka berada di kampus yang sama.

“Kenapa kau berselingkuh?”

“Aku tidak berselingkuh”

“Jadi apa namanya jika kau berkencan dengan wanita lain yang bukan pacarmu?”Firly mulai meninggikan suaranya.

“Itu bukan urusanmu” jawab Arthur ~lagi lagi~ dengan nada datar  sambil berbalik membelakangi Firly.

Firly membalikkan badan Arthur kembali ke arahnya  “Jelas itu adalah urusanku. Sera itu sepupuku, Arthur. Kau lupa kau bisa dekat dengannya karena siapa? Jelaskan alasan yang logis kenapa kau bisa melakukan ini padanya?” Firly berkata dengan penekanan di setiap akhir kalimatnya.

“Aku bosan”

Jawaban singkat dari Arthur cukup membuat Firly naik darah “KAU BILANG APA?” Firly berteriak sambil menarik kerah baju Arthur “Bagaimana bisa kau bilang kau bosan padanya, padahal dia tidak pernah sekalipun merasa bosan saat kau menyakitinya?” Firly sudah tidak sanggup mengontrol emosinya yang ia tahan sejak tadi.

“Iya. Aku memang bosan padanya. Aku bosan dengan sikapnya yang selalu perhatian padaku. Aku bosan karena dia terlalu mencintaiku. Aku bosan karena dia selalu ada bersamaku. Aku bosan karena dia tidak memberiku kesempatan untuk merindukannya. Aku bosan karena dia tidak membiarkanku merasa membutuhkannya. Dan aku bosan karena dia tidak pernah membuatku takut untuk kehilangannya. Apa alasan ku sudah cukup logis?” jelas Arthur dengan nada yang cukup tinggi.

Firly mendorong tubuh Arthur ke tembok sambil mengepalkan tangannya dan bersiap melayangkan pukulan ke wajah Arthur. Arthur segera menutup matanya. Ia sudah siap menerima pukulan pukulan yang akan di berikan oleh Firly. Namun setelah berberapa saat, Arthur tidak juga merasakan pukulan itu. Malah ia merasa bahwa Firly semakin merenggangkan cengkraman di kerah bajunya. Arthur memberanikan diri untuk membuka mata memastikan alasan Firly yang tidak juga memukulnya.

“Jangan sakiti dia lebih dari ini. Lepaskan dia kalau kau benar benar sudah bosan padanya” saran Firly sambil membalikkan tubuhnya dan keluar dari kamar Arthur.

Arthur menjatuhkan tubuhnya secara kasar ke atas ranjang sambil mengacak rambutnya frustasi. Tanpa sadar Arthur mengambil Handphone yang berada di saku celananya, lalu memperhatikan foto yang menjadi wallpapernya. Sebuah foto yang sama dengan wallpaper di handphone Sera. Tiba – tiba saja perkataan Firly kembali terlintas di pikirannya. Sekarang ia sangat bingung dengan apa yang harus ia lakukan. Apakah ia harus mempertahankan hubungannya dengan Sera. Atau ia harus mengakhirinya sekarang juga?
“Baiklah. Aku rasa ini adalah keputusan yang terbaik. Aku tidak bisa terus menyakitinya seperti ini” ucap Arthur pada dirinya sendiri sambil mencari nama Sera dan segera menekan tombol dial di handphone nya.

TBC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar